Ashoka Hostel.
Pukul 22.30. Saya dan Risty akhirnya tiba di hostel setelah perjalanan yang
cukup melelahkan. Ketika membuka kamar, lampu sudah dimatikan. Ada seorang tamu baru di kamar yang sudah
tidur. Tak mau menggangunya, kami berusaha berbincang sepelan mungkin.
Lampu kemudian
kami nyalakan. Tak lama kemudian, tamu itu terbangun. Tamu itu seorang wanita
berwajah oriental yang sepertinya berasal dari Cina. Dengan wajah cemberut,
wanita itu terduduk sambil menggaruk-garuk kepalanya. Saya melemparkan senyum,
berusaha untuk ramah. Namun bukan senyum yang saya dapat, melainkan wajah judes
yang membangkitkan sentimen.
Ia nampak
terganggu, kemudian berusaha tidur lagi tapi sepertinya tidak bisa. Setelah itu
ia keluar kamar. Saya kemudian segera mandi dan beres-beres. Setelah saya
selesai mandi, tamu wanita itu sudah kembali di tempat tidurnya namun masih
terlihat gelisah.
Karena badan
sudah lelah, saya segera naik ke atas tempat tidur untuk segera beristirahat.
Memejamkan mata dan kemudian terlelap.
Pukul 06.30, alarm
pada ponsel saya berdering, membangunkan saya dari tidur yang cukup nyenyak.
Saya yang tidur di tempat tidur tingkat bagian atas, segera ke turun ke bawah
membangunkan Risty.
Dengan semaksimal
mungkin saya tidak membuat kegaduhan atau berisik, karena si tamu wanita itu
terlihat masih tidur. Tak mau membuang waktu saya segera mandi. Setelah saya
selesai, Risty gantian mandi.
Menunggu Risty
selasai mandi, saya kemudian bersantai di tempat tidur Risty di bawah sambil membaca
berita di Ipad dan tidur-tiduran, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga terjadi.
Tamu wanita itu bangkit dari tidurnya dan kemudian membentak saya. “Thank you!!
Xie Xie!! #$%%**#@$!!! Thank you Xie Xie!! #$@%^$((#$!!” bentak wanita itu
kepada saya dengan bahasa Mandarin yang entah apa artinya.
Saya terdiam.
Terpaku. Bingung. Tak mengerti apa salah
saya. Perasaan, saya sudah berusaha menimalkan volume suara dan sudah berusaha
maksimal untuk tidak membuat kegaduhan. “I’m
sorry, did I do something wrong?”
Saya bertanya keheranan kepada wanita itu. Dia kemudian hanya diam, melotot
hingga bola matanya nyaris keluar kemudian membanting pintu dan keluar.
Saya sama sekali
tidak mengerti apa salah saya. Apa mungkin gara-gara suara alarm dia jadi
terbangun? Atau dia mengalami mimpi buruk dan saya ada di mimpi buruknya? Yang
jelas dia sepertinya sangat terganggu. Kesal. Tidak rela tidurnya terputus.
Padahal saat itu sudah pagi, sudah hampir pukul tujuh. Waktu normal untuk
bangun pagi.
Saya mungkin
dianggap perampok. Perampok mimpi indah dan tidur nyenyaknya. Entahlah. Sampai
detik ini pun saya tidak tahu kenapa wanita itu bisa semarah itu, padahal saya
merasa tidak berbuat sesuatu yang berlebihan.
Demi apapun, ini
adalah hostel mix dorm dan bukan private room hotel bintang lima. Kalau ingin lebih mendapatkan privasi,
mengapa tidak memesan single room
atau menginap di hotel yang lebih mewah? Dijamin di sana akan lebih nyaman
tidurnya.
Ada-ada saja
kelakuan tamu itu. Seharusnya dia tahu konsekuensinya menginap di mix dorm
hostel seperti ini. Setiap tamu pasti punya kepentingan masing-masing. Dan
kebetulan kami saat itu harus bangun pagi untuk mengejar kapal feri ke Macau,
jadi mau tidak mau kami harus bangun pagi dan alarm wajib untuk dinyalakan.
Menginap di hostel mix dorm memang tidak bisa diprediksi dan selalu penuh kejutan.
Kelakuan tamu tidak bisa ditebak. Ada yang asik, ada yang berisik. Ada yang
ramah, ada juga yang suka marah-marah. Kalau beruntung, tamu hostel malah bisa jadi
teman seperti yang saya alami di Singapura. Kalau lagi apes, makian dan
dampratan bisa mendarat telak di kuping seperti yang saya alami ini. Apa pun
bisa terjadi di hostel mix dorm.
No comments:
Post a Comment