Thursday, January 31, 2013

#CeritaMaluku : Pantai Ora (Sore Hari)

Pantai Ora, 23 Januari 2013



Aku terbang dari Jakarta ke Makassar hingga akhirnya sampai di Ambon.

Ku tempuh Tulehu, Masohi hingga Saleman, hanya untuk menggapaimu.

Butuh sehari penuh untuk berjumpa denganmu.

Pukul lima sore, aku bertatap muka denganmu.

Sial. Aku kurang beruntung. Cuaca mengganggumu.

Airmu keruh, tak sejernih yang kuidamkan.

Sama seperti pikiranku, sedang penuh keluh.

Padahal, aku berharap, keindahanmu dapat meredakan badai di hatiku.

Namun, apa yang bisa kuperbuat jika semesta sudah bernubuat?

Ah, sudahlah...nikmati saja, aku memutuskan.

Aku masuk ke salah satu pondokmu.

Duduk di teras, memandang panoramamu.

Tak jemu mataku memandangmu, meski kecantikanmu sedang terganggu.

Lautmu berombak. Bukitmu samar-samar tertutup kabut. 

Awanmu kelabu, membunuh jingga cahaya senja.

Meski demikian, suasanamu tenang. Damai.

Sepi. Sunyi. Hening.

Tak ada suara nada dering. Tak ada suara bising.

Yang terdengar hanya merdunya deru ombak, sayup-sayup suara angin, dan sesekali nyanyian burung di angkasa.

Kedamaianmu seketika menyihir hatiku menjadi tenteram. Sekejap menyulap pikiranku menjadi tenang.

Sungguh nyaman di sini. Batinku sejuk

Sambil menikmatimu, aku melihat masa depanku

Entah kenapa, aku merasa sama sepertimu

Keruh, berkabut dan penuh awan kelabu.

Saat ini aku seperti itu. Masa depanku abu-abu. Penuh ragu

Namun dalam hatiku aku tahu. Semua ini akan berlalu. Tak akan selamanya begitu

Esok akan ada hari yang baru. Anugerah semesta pun baru. Akan menantiku, kejutan-kejutan baru.
 
Semoga esok, langitmu biru cerah, menghapus kelabu.

Semoga esok airmu biru jernih, melenyapkan keruh.

Semoga esok, kau akan bersinar. Bercahaya menunjukan wajah aslimu.

Aku pun yakin, hari esokku, masa depanku akan seperti itu.

Terang. Bersinar. Bercahaya. Penuh dengan warna cerah yang menyenangkan.

Sampai bertemu besok di hari yang baru, Pantai Ora.



Pantai Ora, Pada Sebuah Sore Yang Mendung

#CeritaMaluku : Menuju Ora, Pulau Seram

Suara kapten terdengar lembut dari pengeras suara di kabin penumpang. Tak jelas apa yang diucapkannya, terdengar seperti orang yang sedang berkumur. Namun saya dapat menangkap maksudnya. Pesawat akan segera mendarat. Lampu ruang kabin pun menyala hangat. Para pramugari mulai sibuk mondar-mandir melewati gang di antara kursi penumpang, ramah dan tampak serius untuk memastikan penumpang memasang sabuk pengaman dan membenarkan sandaran kursi.

Saya melihat ke luar jendela. Seberkas cahaya terang mulai menembus awan-awan tebal. Cahaya itu perlahan-lahan mulai membunuh gelap. Mulai mencerahkan langit. Bukit-bukit mulai terlihat samar-samar bercampur kabut. Laut luas mulai jelas terlihat tepat di bawah pesawat. Indah. Pemandangan indah itu seakan-akan  menjadi cara kota Ambon menyambut dan mengucapkan selamat pagi. Sungguh cara yang elegan.

Pesawat menukik tajam namun perlahan. Daratan makin terasa dekat. Tak lama berselang suara decitan halus terdengar, roda pesawat mengecup lembut landasan pacu. Pukul 06.00 Waktu Indonesia Timur saya tiba di bandara internasional Pattimura, Ambon.

Ibu saya berasal dari Maluku, walaupun dia lahir di Jakarta. Otomatis, 50% darah saya adalah darah Maluku. Jadi, sangat menyenangkan bisa menginjakan kaki di Ambon, ibukota Maluku. Rasanya seperti pulang ke rumah. 

Telah menunggu di bandara, Amrin, seorang couchsurfer asal Ambon yang telah membuat janji dengan pacar saya, Risty yang juga anggota Couchsurfing. Couchsurfing (CS) adalah sebuah komunitas online yang menghubungkan traveler dari mancanegara. CS punya misi untuk agar setiap anggotanya punya pengalaman yang menginspirasi. Setiap anggota CS punya kesempatan untuk menjadi tuan rumah di negaranya sendiri menjamu traveler yang ingin berkunjung dan begitu juga sebaliknya.

"Mbak Risty ya?" kata pria yang mengenakan jaket timnas sepakbola Inggris warna biru dan kemudian bersalaman dengan Risty. Dia memperkenalkan diri sebagai Amrin, kemudian saya menjabat tangannya dan memperkenalkan diri.

Tanpa banyak basa basi, Amrin mengantar kami keluar dari bandara. "Kita harus segera berangkat, Kapal ke Masohi berangkat pukul sembilan. Kalau enggak berangkat sekarang takutnya nanti enggak bisa ke Ora". Ujarnya sambil berjalan sedikit terburu-buru karena waktu itu sudah menunjukan hampir pukul tujuh pagi.

Saya dan Risty bertujuan ke Ora Beach Resort, sebuah tempat penginapan yang terletak di Pantai Ora, Pulau Seram. Untuk sampai ke sana, langkah pertama yang ditempuh adalah menuju pelabuhan Tulehu. Menurut Amrin, kapal dari Tulehu berangkat sekitar pukul 9 atau 10 pagi menuju Masohi.

Amrin membawa kami naik angkot. Ya, di Ambon, di depan bandaranya banyak angkot, sehingga kami tidak perlu naik taksi. Di Ambon, taksi bukan seperti taksi umum di Jakarta, namun lebih seperti mobil carteran dan harganya lumayan mahal. Ada juga Damri, tapi menurut Amrin bus pemerintah itu tidak pasti datangnya. Bisa sangat lama menunggunya, seperti menunggu jodoh. Jadi, angkutan kota (angkot) adalah pilihan terbaik untuk budget traveler seperti saya.

Di dalam angkot, kami berbincang-bincang dengan Amrin. Saling bertukar cerita dan pengalaman. Amrin ramah dan bukan tipe pendiam. Dia suka berbicara. Wajahnya lebih mirip orang Jawa jika dibandingkan dengan orang Ambon pada umumnya. Kulit sawo matang. Potongan rambut dan badannya sekilas mirp anggota ABRI.

Amrin ternyata lama tinggal di Malang. Sekitar 10 tahun, namun dia terlihat masih sangat menguasai Ambon. Dia tahu dengan pasti kemana akan membawa kami. Dia banyak bercerita tentang pengalamannya menjadi host untuk turis-turis yang pernah berkunjung ke Ambon. "Bule tuh macem-macem tingkahnya. Ada yang baik. Super baik. Ada juga yang pelit. Ada juga yang banyak maunya dan tingkahnya aneh. Sekarang, saya lagi malas jadi host untuk bule." Amrin bercerita. Sepanjang perjalanan dia terus bercerita. Itu hal yang bagus, sehingga suasana mencair dan tidak kaku. Tidak membosankan.

Sambil berbincang, saya sesekali mengamati pemandangan sekitar. Jalanan hanya dua jalur, pas untuk dua mobil. Disampingnya banyak tanah kosong yang hanya dihuni oleh tumbuhan hijau serta rumah sederhana. Sesekali terlihat juga lautan yang mengintip malu-malu dari tepian. Tentram. Damai. Suasana pedesaan masih kental terasa. Sangat jauh berbeda dengan perkotaan.

Kami tiba di Passo. Turun di sana dan naik angkot lagi menuju Tulehu. Sekitar 30 menit dari Passo, kami tiba di Tulehu dan segera membeli tiket kapal cepat yang akan membawa ke Masohi. Masih punya banyak waktu, Amrin mengajak kami menuju Desa Wailatu, tak jauh dari pelabuhan Tulehu.

Di Wailatu ternyata ada sebuah tempat yang cukup menarik. Semacam pemadian umum yang dialiri sungai dari pegunungan. Airnya sangat jernih. Bening. Warnanya biru kehijauan diterpa sinar matahari. Tempat ini digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mandi, mencuci baju atau bahkan hanya sekedar berenang dan bermain.

Masyarakat di desa itu terlihat bahagia. Mereka sepertinya hidup tanpa beban. Tanpa tekanan seperti masyarakat perkotaan. Amrin menyarankan agar memberi mereka uang Rp. 10.000,- untuk membelikan ikan sebagai pancingan agar belut-belut yang ada di tempat itu keluar. Dan benar saja, mereka girang dan semangat membelikannya. Dirangsang dengan bau amis ikan segar, belut-belut itu keluar. Badannya lurus, sangat panjang seperti ular. Kira-kira sepanjang lengan orang dewasa. Mungkin ini adalah belut terbesar dan terpanjang yang pernah saya lihat. Belut-belut itu kemudian melingkarkan badannya lalu menggeliat dan melahap ikan-ikan yang diberikan warga.

Menurut Amrin, belut-belut itu tidak boleh dibunuh. Tidak boleh ditangkap. Karena nenek moyang masyarakat setempat konon katanya pernah ditolong oleh belut itu, dan kini belut itu menjadi sahabat masyarakat Desa Wailatu.

Suasana Desa Wailatu

Kami kemudian kembali ke pelabuhan Tulehu. Sarapan di Rumah Makan Padang yang masakannya terasa tidak karuan. Jauh dari nikmat masakan Padang pada umumnya. Malah, kalau boleh saya berpendapat, itu bukan masakan Padang sama sekali. Itu hanya sebuah warung nasi sederhana yang berkedok Rumah Makan Padang.

Amrin harus meninggalkan kami karena ada pekerjaan. Kami kini tanpa pemandu, naik kapal cepat Cantika Express menuju Masohi. Kapal ini cukup nyaman, hanya saja sangat kurang dalam hal tata tertib. Penumpang yang banyak membuat pihak kru kapal kewalahan mengaturnya. Akibatnya nomor tempat duduk yang tertera di lembar karcis tidak ada gunanya. Penumpang duduk semau mereka. Lagi-lagi masalah yang menjengkelkan di Indonesia. Ketertiban.

Beruntung, kami dapat tempat duduk, tepat di depan monitor televisi. Kapal berangkat pukul 10.00 dengan estimasi kedatangan pukul 12.00 di Masohi. Waktunya saya tidur dan berharap ketika bangun kapal sudah tiba sampai tujuan.

Suara irama pop yang mendayu-dayu merusak tidur saya. Suara merdu seorang wanita yang sedang bernyanyi galau akibat putus cinta membangunkan saya. Monitor televisi menyala. Oh tidak, saatnya karaoke! Sungguh bukan waktu yang tepat. 

Seandainya saja saya yang memegang remote, sudah pasti saya akan menggantinya dengan film atau musik yang lebih cocok di telinga saya. Sudahlah, nikmati saja. Saya tak kuasa berbuat apa-apa. Tidur tak bisa lagi. Mau tak mau, mata saya memandang layar televisi, menyimak video klip dan nyanyian itu.

Lambat laun, saya mulai bisa menikmati sajian karaoke itu. Bukan lagunya, tapi liriknya yang menggunakan Bahasa Ambon. Perlahan-lahan saya mulai mengerti Bahasa Ambon. Video karaoke itu ternyata bisa menjadi sebuah pelajaran di tengah gangguan.

Pukul 12.00 waktu setempat. Kami tiba di pelabuhan Amahai, Masohi. Sesuai pesan Amrin lewat SMS, kami segera mencari ojek untuk tujuan berikutnya, terminal Masohi. Tak lama kemudian kami tiba di terminal dan menemukan mobil carteran yang akan membawa kami ke Desa Saleman. Kata pemiliknya, kami harus menunggu penumpang lain, selama beberapa waktu, yang berarti entah sampai kapan, hanya Tuhan yang tahu.

Kami duduk. Menunggu waktu berlalu dengan jemu. Tiba-tiba suara merdu mendayu dayu datang bertamu. "Mana se pung hati....Di mana perasaan...Bilang kalau ale jua cinta beta...Katakan sayang..kalau benar benar ale sayang..." Oh tidak, Tuhan tolong saya. Suara-suara vokal Mitha Talahatu mulai menghantui saya. Sial, bahkan namanya penyanyinya saya ingat. Oh tidak, saya benar-benar keracunan lagu-lagu karaoke kapal Cantika Ekspress. Saya sangat butuh pertolongan.

Lebih dari dua jam saya menunggu. Akhirnya mobil itu tiba. Menyelamatkan saya dari bosan dan ketidakberdayaan untuk mendengar suara vokal Mitha dan penyanyi lokal lain yang masih terngiang di kepala, yang mungkin lama-lama bisa membunuh saya. Terima kasih Tuhan.

Bersama dua penumpang lain, saya dan Risty serta sopir berangkat menuju Desa Saleman. Dari Terminal Masohi kami melewati sebuah desa yang kemudian membawa kami melintasi sebuah jalan raya kecil, hanya muat dua mobil. Mobil melaju kencang tanpa hambatan. Angin sepoi sepoi dari kaca jendela lama lama membuat saya tertidur. 

Saya kembali terbangun, setelah mendengar suara mesin mobil yang menderu-deru menaiki bukit terjal. Kami telah sampai di daerah bukit yang dipenuhi ratusan jenis pepohonan hijau. Kami sedang membelah bukit melaui jalan-jalan sempit, yang untungnya sudah di aspal. Daerah ini sangat sepi. Jarang sekali terlihat kehidupan, hanya sesekali bertemu dengan orang-orang yang sedang bekerja membangun jalan. Mobil lain pun jarang terlihat. Mobil kami tak punya lawan, melaju sendirian, di tengah hutan.

Lama-lama kelamaan, seiring jalan yang mulai menukik turun, lautan biru luas mulai terlihat. Kami sudah dekat. Desa Saleman sudah ada di depan mata. Akhirnya setelah dua jam lebih perjalanan, kami tiba dan langsung disambut perahu yang langsung menyeberangkan kami ke Pantai Ora, tujuan kami. 

Desa Saleman, Pantai Ora dan sekitarnya baru selesai diguyur hujan. Awan mendung. Kabut bergentayangan. Laut tak sejernih yang diidamkan. Tidak seperti yang diharapkan. Namun perjalanan harus dilanjutkan. Sepuluh menit kemudian kami tiba di Ora. Siap menikmati apa yang ada, meski tidak didukung oleh kondisi cuaca yang sedang tidak bersahaja.

Monday, January 21, 2013

#CeritaMacau : The Venetian

Macau adalah daerah khusus administratif Cina yang sebagian besar penghasilannya bersumber dari perjudian dan pariwisata. Jadi, belum lengkap rasanya jika belum mengunjungi kasino yang menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang mengunjungi Macau.

Diantara banyaknya kasino di Macau, pilihan saya jatuh kepada The Venetian yang juga merupakan sebuah hotel mewah dan mal yang konsep bangunannya dibuat sedemikian rupa hingga suasana di sana mirip Venice, Italia.

Lobi hotelnya sangat mewah. Lantai marmernya berkilauan. Langit-langitnya sangat indah, penuh dengan lukisan-lukisan yang artistik. Seumur hidup, baru kali itu saya datang ke hotel yang spektakuler seperti ini.

Saya kemudian berkeliling di lantai 2. Ada mal dan pusat perbelanjaan di sana. Di mal ini bangunannya serta suasananya di sekitarnya disulap sedemikan rupa hingga menyerupai Venice. Lengkap dengan kanal buatan, gondola dan gondilier yang bernyanyi seriosa dengan lantang. Langit-langitnya pun dihias oleh lukisan awan yang membuat pengunjung serasa di luar ruangan.

Selanjutnya saya masuk ke kasino di lantai dasar. Di sinilah banyak orang yang menghamburkan uangnya dan berharap menjadi kaya mendadak. Di tempat inilah orang banyak berkhayal dan berharap bisa pulang dengan bergelimang harta. Kasino ini luas. Banyak sekali terdapat meja permainan dan mesin jackpot. 

Di tempat ini penuh dengan CCTV yang selalu mengawasi gerak-gerak para penjudi. Ya, memang pengawasannya sangat ketat. Petugasnya banyak yang mengintai, menyebar di seluruh arena permainan, waspada untuk menghadapi segala situasi. Tidak boleh mengambil gambar di tempat ini, walaupun akhirnya dengan sembunyi-sembunyi dan sedikit was-was, saya berhasil mengambil beberapa gambar.

Tadinya saya berniat untuk mencoba bermain. Setidaknya mesin jackpot. Tapi karena mahal dan hampir mayoritas permainan menggunakan Bahasa Mandarin, saya pun mengurungkan niat saya. Saya hanya mengamati dan melihat-lihat saja. Itu sudah cukup buat saya.

The Venetian Lobby
San Luca Canal, The Venetian
Suasana Kasino, The Venetian

Sunday, January 20, 2013

#CeritaMacau : Ruins of St. Paul's

Macau punya satu bangunan khas, bangunan iconic yang unik. Ruins of St. Paul's. Bangunan ini adalah reruntuhan dari sebuah gereja yang (sepertinya) pada masa lalu adalah gereja katedral yang besar dan megah. Kini, bangunan itu hanya tersisa bagian depannya saja. Namun, itu menjadikannya beda dengan bangunan lainnya, menjadikannya landmark paling terkenal di Macau.

Jika diperhatikan dari dekat, gereja tua ini sangat menarik. Bangunannya cukup kokoh, meski jelas terlihat usianya sangat tua. Pilar-pilarnya masih terlihat tegap, meski sudah banyak yang gompel. Ukiran-ukiran batunya sangat artistik.  Patung-patungnya elegan. Siapa pun yang mendesain bangunan gereja ini, punya citra rasa seni tinggi. 

Di bagian belakang, terdapat tiang penyangga yang solid---untuk menopang bangunan berumur yang cukup berisiko untuk roboh. Ada juga semacam kuburan, jumlahnya cukup banyak, yang ditutup dengan kaca bening berisi bebatuan. Ini semacam memorial, untuk mengenang para korban pada saat badai dan kebakaran yang menyebabkan gereja itu hanya tersisa bagian depannya saja.

Daerah sekitar reruntuhan ini cukup indah. Ada anak tangga yang lebar dan cukup panjang. Di sebelah tangga itu ada kumpulan tanaman hijau serta bunga dan lampu-lampu yang berkolaborasi menjadi taman yang indah. Di bagian timur gereja, ada sebuah benteng tua peninggalan Portugal, Monte Fort.

Menemukan tempat ini sangat mudah. Jika Anda sudah sampai di Senado Square, hampir mustahil untuk tidak menemukannya. Apalagi, tempat ini menjadi pusat buruan turis. Ikuti papan penunjuk jalan atau tanya orang-orang di sekitar Senado, dijamin Anda akan menemukannya.

Ruins of St Paul's

Saturday, January 19, 2013

#CeritaMacau : Egg Tart Pastelaria Koi Kei

Hal yang paling berkesan buat saya selama di Macau bukan bangunannya, bukan casinonya, bukan hotel mewahnya, bukan tingkah laku warganya, dan bukan juga budayanya. Yang sangat membekas di hati saya adalah sebuah kue tar telur khas Portugal buatan Pastelaria Koi Kei.

Dari Senado Square saya menuju Ruins of St. Paul's. Saya melewati sebuah gang yang penuh sesak oleh manusia. Di tengah perjalanan, ada sesuatu yag menarik perhatian mata saya. Sebuah toko bernama Pastelaria Koi Kei, yang saat itu sedang ramai oleh pengunjung. Seketika, saya menghentikan langkah dan masuk ke toko itu.

Diantara banyaknya makanan yang dijual di sana---dendeng,roti, dan bermacam-macam jenis kue, ada satu kue yang sangat menggoda saya. Sebuah Potuguese Egg Tart yang dipajang di depan toko. Bentuknya bulat, tidak terlalu besar, pinggirannya terlihat garing berwarna cokelat, tengahnya kuning keemasan bercampur sedikit cokelat kemerahan, tanda kue itu dipanggang. Tanpa banyak pertimbangan, segera saya mengeluarkan uang $HK7 untuk membeli sebutir kue itu.

Saya menggigit kue itu, dari bagian samping hingga ke tengah. Dan seketika mata saya memejam, dan kemudian mulut bergumam. Ah, nikmatnya.... saya pasti telah mati dan ada di surga. Ah tidak, ternyata saya masih hidup. Saya baru saja dibawa ke surga oleh egg tart ini. Sungguh kue yang sensasional. Kelezatannya benar-benar istimewa. Pinggirannya garing dan renyah, adonan telur di tengahnya sungguh nikmat. Ada sedikit rasa karamel, mentega, susu dan wangi kayu manis yang semerbak. Tidak berminyak. Tidak juga terasa hangus. Kue ini benar-benar dipanggang dengan sempurna dan rasanya luar biasa.

Kelezatannya egg tart ini masih terbayang hingga sekarang. Belum bisa hilang. Masih terngiang. Kue ini adalah salah satu makanan terlezat yang pernah saya cicipi. Sudah pasti akan masuk daftar makanan favorit saya. Jika ada alasan untuk kembali ke Macau, maka alasan saya adalah kue ini. Portuguse Egg Tart adalah warisan terbaik dari bangsa Portugal untuk Macau.

Pastelaria Koi Kei's Portuegese Egg Tart

#CeritaMacau : Dari Pelabuhan Menuju Senado Square

Setelah menempuh satu jam perjalanan dengan menggunakan kapal feri, saya dan Risty tiba di Macau. Seperti kebanyakan orang yang baru tiba di tempat yang asing, kami mulai bingung. Mau ke mana? Dan dengan apa kami pergi? 

Akhirnya setelah berdiskusi, kami sepakat menuju Senado Square, pusat kota Macau. Risty sudah pernah ke Macau sebelumnya, namun itu 2 atau 3 tahun yang lalu, dia sendiri tak ingat dengan pasti bagaimana caranya menuju ke sana. Yang dia ingat ada sebuah bus, yang merupakan fasilitas dari hotel-hotel di Macau yang membawanya. Dan seingatnya bus itu gratis. Tidak dipungut biaya sepeser pun. 

Kami segera bertanya kepada orang-orang sekitar. Seorang petugas pelabuhan memberi tahu kami sebaiknya naik bus Wynn Hotel yang berwarna merah. Bus itu akan membawa penumpang sampai di Wynn Hotel yang letaknya tidak jauh dengan Senado Square. Dan benar, bus itu bebas biaya. 

Dari pelabuhan, bus itu membawa kami keliling kota. Panas dan gersang. Kesan saya pertama kali melihat Macau. Tidak ada pepohonan berdaun hijau yang rindang. Yang ada hanya tanah-tanah kosong yang sedang mau dibangun. Beberapa saat kemudian, bus melewati sebuah jembatan panjang yang melintasi danau. Dari kejauhan nampak Macau Tower yang berdiri gagah. Sempat terbesit di pikiran saya, mungkin saya akan mencoba bungy jumping di menara itu, yang konon katanya adalah bungy jumping tertinggi di dunia. Niat ada, namun nyali kabur entah kemana. Akhirnya itu hanya sebuah angan belaka dan saya memutuskan untuk tidak mencobanya.

Bus itu kemudian membawa kami melihat patung Guanyin yang cukup unik. Bentuknya seperti seorang wanita yang berbadan lumba-lumba. Tak jauh dari situ, mulai terlihat gedung-gedung mewah yang desainnya unik. Bangunan-bangunan itu tidak lain dan tidak bukan adalah hotel-hotel mewah bintang lima beserta casino-nya. Mirip seperti LasVegas yang saya lihat pada film Holywood.

Kami akhirnya tiba di Wynn Hotel yang mewah, disambut oleh Bellboy di lobby hotel dengan senyum ramah. Kami pun langsung bertanya kepadanya. Bellboy itu dengan jelas memberi tahu arah menuju Senado Square.

Sesuai petunjuknya, kami mulai berjalan menuju Senado Square. Kami melewati sebuah koridor yang fungsinya seperti jembatan penyeberangan, namun terletak di bawah tanah. Di koridor ini saya melihat banyak bertebaran kartu-kartu bergambar wanita cantik lengkap beserta nomor teleponnya. Mungkin semacam wanita penghibur panggilan. Entahlah. Yang jelas, kartu itu banyak sekali berserakan di lantai. 

Keluar dari koridor itu, nampak dua bangunan unik di hadapan saya. Casino Lisboa yang berwarna-warni dan di seberangnya terlihat Grand Lisboa yang bentuknya sangat unik. Salah satu yang paling unik yang pernah saya lihat. Bagian bawahnya bundar seperti kubah, dan bagian atasnya seperti daun pakis raksasa yang semuanya dibalut dengan warna emas yang berkilau.

Tempat tujuan kami, Senado Square terletak tak jauh dari sana. Seperti pusat keramaian kota pada umumnya, tempat ini penuh oleh lalu lintas manusia yang padat---kebanyakan adalah turis. Tempat ini sangat kental bernuansa Eropa. Salah satu peninggalan Portugal yang dilestarikan di Macau. Bangunan-bangunan di sana terihat kuno dengan arsitektur khas Eropa, berpilar dan kokoh seperti benteng. 

Di depan Senado Square ada semacam air mancur kecil, yang cukup menjadi pusat perhatian. Yang cukup unik dari tempat ini adalah ubinnya yang disusun sedemikan rupa sehingga membuat pola yang indah. Banyak juga terdapat gereja tua dan nampak juga berjejer trishaw, becak khas Macau.

Macau Tower
Grand Lisboa
Senado Square

Monday, January 14, 2013

#CeritaHongKong : Tips Jalan-Jalan Ke Hong Kong

Saya baru sekali ke Hong Kong. Hanya empat hari. Mungkin pengalaman saya kurang banyak. Namun berdasarkan pengalaman saya yang hanya sedikit itu, saya ingin membagikan hal-hal yang cukup penting agar bagi siapapun yang ingin pergi ke Hong Kong dan membaca tulisan ini punya tambahan informasi. Setidaknya tahu hal-hal penting yang mungkin bermanfaat.

1. Browsing Internet

Ya, saya tahu, mungkin Anda akan berkata semua orang pasti melakukan ini. Ya memang, saya yakin semua traveler pasti sudah melakukan riset kecil sebelum berangkat. Saya hanya ingin mengingatkan. Carilah kata Hong Kong di Google maka akan muncul alamat website ini http://www.discoverhongkong.com. Website ini sangat bermanfaat. banyak tempat-tempat penting diulas di situ, lengkap dengan bagaimana caranya menuju ke sana dan alamatnya.

2. Octopus Card

Kartu elektronik isi ulang ini adalah salah satu benda penting yang harus dimiliki di Hong Kong.  Octopus Card dapat diperoleh di bandara dan di setiap stasiun MTR. Kartu ini bisa digunakan untuk membayar tiket MTR, bus, dan bahkan berbelanja di mini market.

Harganya $HK150, dimana $HK50-nya adalah deposit. Kartu ini masih bisa digunakan meski saldonya sudah tidak mencukupi dan bahkan minus, namun kondisi ini hanya bisa dilakukan sekali saja, setelah itu harus segera diisi ulang. Octopus Card juga memberikan diskon pada toko-toko tertentu.

Dengan kartu ini, pembayaran menjadi lebih efektif dan efisien. Octopus Card akan membuat hidup Anda menjadi lebih mudah selama di Hong Kong.

3. Jangan Penuhi Tas Ketika Berangkat

Hong Kong adalah surga belanja. Meski Anda berniat untuk berhemat, namun daya tarik barang-barang bagus dengan harga murah akan terlalu kuat dan sulit dilawan. Sangat disayangkan jika tidak membeli apa-apa di sana. Ada baiknya membawa uang ekstra, khusus untuk berbelanja.

Untuk backpacker yang enggan membeli bagasi, ada baiknya ketika berkemas sebelum berangkat, bawalah sedikit pakaian. Misalnya Anda di sana 4 hari, bawalah pakaian untuk persedian 2 hari saja. Selebihnya silahkan berbelanja di sana. Atau kalau perlu, pada saat berangkat gunakan sendal jepit, tak perlu membawa sepatu. Setelah itu berburulah sepatu di Fa Yuen Street.

4. Taksi Tidak Dibutuhkan

Untuk sekedar jalan-jalan di Hong Kong, saya rasa jasa taksi tidak dibutuhkan. Sistem transportasi di Hong Kong sudah maju. MTR dan setiap bus-nya sangat nyaman dan efektif digunakan. 

Gunakan bus dari airport dan menuju ke airport. Gunakan MTR untuk menjelajah kota. Selain itu, yang dibutuhkan di Hong Kong adalah kaki yang kuat, karena di Hong Kong, Anda hanya perlu berjalan kaki sepanjang hari.

5. Menginap Di Kowloon

Lokasi paling strategis di Hong Kong adalah di daerah Kowloon. Segala pusat atraksi tidak jauh dari sana. Stasiun MTR dekat, halte bus dimana-mana. Pelabuhan feri juga dekat. Banyak untungnya jika menginap di sana. Dan penginapan di Kowloon tarifnya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan tempat lain. Chungking Mansions salah satunya. Di sana banyak penginapan murah, walau hanya dengan fasilitas seadanya.

6. Sediakan Waktu Untuk Ke Macau

Jika Anda punya waktu lebih dari dua hari di Hong Kong, sediakan 1 hari untuk berkunjung ke Macau. Macau tidak jauh dari Hong Kong. Dapat ditempuh hanya dengan lebih dari 1 jam menggunakan feri. Sangat disayangkan jika tidak mampir ke sana. Tidak ada salahnya, untuk menambah pengalaman dan koleksi cap di paspor Anda. Atau mungkin ingin bermain judi? Siapa tahu Anda sedang beruntung dan pulang-pulang jadi jutawan

7. Tidak Perlu Khawatir Soal Makanan

Selain surga belanja, Hong Kong adalah surga kuliner. Di Hong Kong banyak makanan enak. Banyak kedai-kedai makanan di pinggir jalan yang menggoda. Cobalah wonton noodle, dim sum, atau makanan lain khas Hong Kong. Dan bagi yang khawatir makanan di sana haram, di sana bertebaran banyak bertebaran restoran fast food. Sangat mudah ditemukan, dan harganya pun masuk akal. 

Namun seperti pada umumnya menu fast food di sana berbeda dengan di Jakarta. KFC misalnya, di Hong Kong tidak menjual potongan dada. Dan menunya sedikit aneh. Pizza Hut pun di sana pun adalah restoran mewah. Harganya mahal. Yang paling bersahabat adalah McDonalds. Menu-menunya tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, dan yang mengejutkan, harganya lebih murah.

Friday, January 11, 2013

#CeritaHongKong : Hong Kong Itu....

Setiap negara yang ada di muka bumi ini punya keunikannya sendiri, tak terkecuali Hong Kong. Daerah administratif khusus yang merupakan bagian dari negara Republik Rakyat Cina ini punya pesonanya sendiri. Selama empat hari berada di sana, Hong Kong berhasil menghibur dan memperkaya saya dengan pengalaman-pangalaman baru yang unik yang tidak saya dapatkan di tempat lain. Dari hasil pengamatan dan penjelajahan saya di sana, berikut adalah sekilas gambaran mengenai Hong Kong

Hong Kong adalah negara kepulauan yang terdiri dari tiga area utama : Hong Kong Island, New Teritories (termasuk Lantau Island) dan Kowloon. Tak heran di sana banyak pelabuhan dan sangat mudah untuk menemukan laut. Bahkan bandara udaranya terletak di pinggir laut.

Hong Kong punya banyak pilihan objek wisata yang beragam. Pegunungan, laut, pantai, taman kota, taman hiburan, museum, kuliner, belanja, semuanya ada di sana. Bahkan gedung-gedung di sana dibuat menjadi sebuah pertunjukan dan menjadi objek wisata. 

Hong Kong adalah kumpulan gedung-gedung pencakar langit gagah perkasa yang seakan sedang berlomba menggapai angkasa. 

Di Hong Kong, penguasa jalan adalah bus tingkat dan pejalan kaki. Terutama di daerah Kowloon.

Warga Hong Kong termasuk ramah. Mereka sangat kooperatif jika ditanyai sebuah alamat. Mereka akan dengan senang hati membantu, dan kebanyakan dari mereka mengerti Bahasa Inggris. Namun, mereka tidak begitu suka dengan turis dari Cina daratan. Setidaknya itu yang saya ketahui setelah berbincang dengan beberapa orang Hong Kong. Menurut mereka kebanyakan turis dari Cina itu tidak tertib, jorok, dan kadang terlalu berisik.

Kata orang, Hong Kong adalah surga belanja. Ya, saya sangat setuju. Hong Kong adalah surga belanja yang punya magnet kuat untuk menguras uang dari dompet Anda. Pusatnya di daerah Kowloon. Di sana, sejauh mata memandang adalah pusat perbelanjaan. Dari yang tradisional hingga mal yang modern. Dari fesyen hingga kuliner semuanya ada di sana, senantiasa menggoda dengan label harga yang murah. Bahkan benda-benda fesyen merek ternama---sebut saja Giordano, Forever 21, Samuel Kelvin, Baleno dan tentu saja sepatu-sepatu idaman di Fa Yuen Street---harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di Jakarta.

Hong Kong itu tempatnya makanan enak. Kuliner di sana beragam dan menawarkan sejuta kelezatan. Banyak restoran yang bersertifikat bintang Michelin di sana. Setidaknya saya menemukan dua, dengan kualitas harga terjangkau. 

Hong Kong adalah tempat di mana banyak turis bule jadi pengamen. Ya, selama empat hari di sana, saya banyak menemukan bule-bule yang mengamen di pinggir jalan. Mungkin mereka sudah kehabisan uang, tapi anehnya mereka punya gitar, biola bahkan keyboard yang bagus. Seperti memang niat. Entahlah, sampai sekarang saya tidak tahu pasti apa tujuannya, untuk iseng, menghibur semata, atau benar-benar mencari uang.

Dan yang terakhir, Hong Kong itu dipenuhi oleh TKW Indonesia yang punya semilyar cara untuk bergaya dan berekpresi. Buat saya, itu adalah pemandangan paling spektakuler. Sungguh, cara mereka berpakaian itu...ah sudahlah. Jika Anda ke Hong Kong pada akhir pekan, Anda akan mengerti apa maksud saya.

Thursday, January 3, 2013

#CeritaHongKong : Lantau Island

Selain menawarkan wisata belanja dan kuliner, Hong Kong juga menawarkan keindahan alamnya. Salah satunya terdapat di Lantau Island. Dari Chunking Mansions tempat saya menginap, Lantau Island dapat dicapai menggunakan MTR dari stasiun Tsim Sha Tsui menuju Lai King untuk pindah platform menuju stasiun Tung Cung. Perjalanan kurang lebih menempuh waktu hampir satu jam.

1. Big Buddha 

Objek wisata yang paling diburu di Lantau Island adalah Tian Tan Buddha, sebuah patung Buddha raksasa yang populer dengan sebutan Big Buddha. Untuk mencapainya, dari stasiun Tung Cung ada dua opsi. Yang pertama adalah dengan menggunakan Cable Car. Yang kedua adalah dengan menggunakan bus.

Saat itu, waktu menunjukan pukul 9.30 pagi dan Cable Car baru beroperasi pukul 10.00. Tak mau membuang waktu, akhirnya saya memilih untuk menggunakan bus yang harganya jauh lebih murah. Tepat pukul 9.45, bus dengan nomor 23 yang saya tumpangi meluncur menuju Ngong Ping. 

Pilihan saya tepat. Pemandangan yang terlihat dari jendela bus sangat menghibur. Suasananya sangat tenang dan jauh dari keramaian. Bukit-bukit hijau mengelilingi jalanan yang menanjak dan berliku. Bus itu juga melewati daerah pinggir pantai yang cantik. Kombinasi bukit hijau dan lautan biru menjadi pemandangan yang sangat menyejukan mata.

Setelah menanjak dan mengelilingi bukit selama 45 menit, bus tiba di pintu masuk Ngong Ping. Dari kejauhan, patung Big Buddha terlihat kokoh duduk di atas puncak bukit. Sebuah gapura besar khas bangunan Cina berwarna putih dengan gagah menyambut setiap orang yang akan menuju ke Big Buddha. Setelah melewati gapura itu, saya berjalan melewati jalan setapak beralaskan ubin marmer abu-abu yang disampingnya berdiri patung-patung yang seolah sedang menjaga tempat itu. 

Jalan itu menuntun saya menuju sebuah tangga yang menanjak tajam dan lumayan panjang, satu-satunya jalan untuk menuju Big Buddha. Di samping tangga berdiri pohon cemara, pinus dan pepohonan berdaun hijau lainnya yang membuat suasana menjadi asri. Seperti kebanyakan daerah pegunungan pada umumnya, udara di Ngong Ping sangat segar. Cuacanya sejuk meski matahari bersinar terang.

Di lantai atas, nampak dengan jelas, betapa besarnya patung Buddha itu. Terbuat dari perunggu, tinggi patung itu kurang lebih hampir mencapai 34 meter. Patung itu duduk bersila dengan gagah dan penuh kharisma. Tangan kirinya menadah, dan tangan kanannya memberkati. Di pelataran lantai atas juga terdapat enam buat patung yang seolah sedang memberikan persembahan kepada Buddha raksasa itu. Dari lantai atas juga terlihat dengan jelas panorama pegunungan di Lantau Island yang indah.

Tian Tan Buddha
Ngong Ping Area

 2. Ngong Ping Cable Car

Setelah puas melihat Big Buddha, saya dan pacar saya, Risty memutuskan untuk kembali menuju Tung Cung untuk naik MTR menuju kembali ke daerah Kowloon. Ingin merasakan pengalaman berbeda, kami memtuskan untuk naik Cable Car

Sebelum tiba di terminal Cable Car, kami terlebih dahulu melewati Ngong Ping Village, sebuah desa yang disulap sedemikian rupa hingga dipenuhi oleh toko-toko souvenir serta kedai makan dan minum. Setelah menelusuri desa itu hingga ujung, akhirnya kami tiba di terminal Cable Car.

Saat itu, tak ada antrian panjang. Kami langsung masuk ke sebuah Cable Car yang berkapsitas empat orang. Lambat tapi pasti, Cable Car itu itu mulai berjalan ke atas, meninggalkan terminal menuju Tung Cung. 

Perlahan-lahan Cable Car itu membawa kami pada ketinggian yang lebih tinggi dari puncak bukit-bukit yang terdapat di sana. Dari jendela kaca di sekeliling Cable Car saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Kumpulan pepohonan hijau yang membentuk bukit-bukit tepat berada di bawah saya. Lautan biru terlihat membentang luas mengelilingi Lantau Island. Bandara International Hong Kong terlihat dengan jelas di sebelah kiri saya. Gedung-gedung tinggi di Tung Cung dan jembatan-jembatan yang menghubungkan daratan terlihat seperti miniatur di sebelah kanan saya. Sungguh sajian pemandangan yang menakjubkan hampir sepanjang 5.7 KM perjalanan kami.

Cukup menegangkan digantung diatas ketinggian seperti itu. Dengkul sering dibuat gemetar karena kadang Cable Car itu goyang tertiup angin, seperti pesawat yang mengalami turbulence. Sedikit mengkhawatirkan.

Namun demikian, bumbu-bumbu itu membuat perjalanan dengan Cable Car itu terasa menyenangkan, apalagi saya hanya berdua dengan pacar di Cable Car itu. Suasana romantis bercampur sedikit ketegangan pun tercipta. Ah, sungguh menyenangkan. Seru.

Awalnya saya berpikir naik Cable Car ini akan biasa-biasa saja. Namun saya salah. Ini adalah salah satu pengalaman yang paling seru dan menyenangkan bagi saya selama di Hong Kong.

Panorama Ngong Ping Dari Cable Car #1
Panorama Ngong Ping Dari Cable Car #2

Wednesday, January 2, 2013

#CeritaHongKong : Soho Area

Terletak di kawasan Central Hong Kong, Soho area adalah salah satu distrik yang paling unik dan menarik untuk dikunjungi. Distrik ini terdiri dari gabungan banyak jalan diantaranya Hollywood Road, Wellington Street, Stanley Street, Shelley Street, Gage Street, Elgin Street, Staunton Street, hingga Robinson Road.  
 
Soho area adalah distrik yang sangat unik dan berbeda dengan distrik-distrik lain di Hong Kong dan bahkan di dunia, karena distrik itu dilalui oleh eskalator outdoor terpanjang di dunia yang melintasi semua jalan di sana. Esklator ini membentang hingga kurang lebih 800 meter meski terpisah-pisah dan tidak menyambung menjadi satu kesatuan. Eskalator ini sangat membantu dan memanjakan pejalan kaki untuk menaklukan medan Soho yang cukup curam.

Soho adalah tempat di mana budaya timur Asia bertemu dengan budaya barat Eropa. Di sana banyak sekali terdapat Cafe, Bar, dan restoran khas Eropa yang siap menandingi restoran dan kedai-kedai makan khas Cina dan Hong Kong.

Disanalah tempat para expat berkumpul melepas penat sehabis pulang kerja. Banyak sekali bule berpakaian rapih nan keren yang terlihat di sana. Hampir di setiap Cafe dan Bar dipenuhi oleh mereka. 

Berada di Soho seperti berada di sebuah outdoor mal yang panjang. Suasananya ramai dan sedikit temaram. Sangat pas untuk sekedar duduk, minum kopi atau bir sambil berbincang dengan kawan.

Soho adalah salah satu opsi bagi para wisatawan yang sedang mengunjungi Hong Kong untuk menikmati malam. Satu lagi tempat unik di Hong Kng yang patut dikunjungi.

Shelley Street, Soho Area

#CeritaHongKong : Fa Yuen Street, Surga Bagi Pecinta Sneakers

Jika ada yang bertanya kepada saya dimana alamat surga, saya akan menjawab Fa Yuen Street, sebuah jalan yang terletak di kawasan distrik Mong Kok, Kowloon - Hong Kong. Apa yang ada pada alamat itu bukanlah pantai, gunung atau keindahan alam lain dengan pemandangan spektakuler. Jalan itu hanya berisi sekumpulan toko yang menjual berbagai jenis sneakers, sepatu olahraga yang awalnya berfungsi untuk kegiatan olahraga namun sekarang lebih banyak digunakan untuk busana casual. Namun bagi saya, yang punya ketertarikan tinggi terhadap sebuah benda pembungkus kaki bernama sepatu, Fa Yuen Street adalah surga dengan pemandangan yang penuh pesona.

Sepanjang jalan Fa Yuen dipenuhi oleh toko-toko yang menjual berbagai jenis dan merek sepatu. Toko-toko itu saling berlomba untuk menjual sepatu-sepatu dengan kualitas terbaik dengan harga yang bersaing. Sebut saja merek sneakers ternama macam Nike, Adidas, Vans, Reebok, New Balance, Puma, Converse, Fila, Skechers, K-Swiss, dll. Semuanya ada di sana. Lengkap.
  
Setiap toko yang ada di sepanjang jalan menawarkan berbagai jenis dan ragam sepatu dari merek-merek ternama yang saya sebutkan di atas. Dari model klasik hingga keluaran terbaru semuanya ada. Semuanya keren. Unik. Jarang atau bahkan tidak dijual di Jakarta. Dan setiap toko, walaupun kelihatannya serupa namun tidak selalu menjual sepatu dengan model yang sama. Setiap toko unik dan layak dikunjungi, sehingga calon pembeli punya banyak opsi.

Memang membingungkan punya banyak pilihan. Apalagi kualitas barangnya bagus dan modelnya keren-keren serta harganya miring. Rasanya ingin memborong semua sepatu yang ada di sana. Semua sepatu itu sungguh menggoda. Sepatu-sepatu itu seakan bersuara dan membujuk saya untuk membelinya. Rasanya tidak tega untuk membiarkan mereka terlantar dan hanya jadi pajangan. Mendadak saya ingin jadi pahlawan dan menyelamatkan semua sepatu itu. Andai saja saya punya banyak dana, mungkin saya akan beli satu sepatu di setiap toko.  

Melihat pemadangan itu rasanya seperti mimpi. Seperti melihat gadis idaman yang tepat berada di depan mata, dan saya pun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ya, saya jatuh cinta pada Fa Yuen Street. Sejak kecil saya sering membayangkan ada sebuah tempat yang menjajakan berbagai jenis sepatu-sepatu bagus. Dan impian saya itu tervisualisasi dengan sangat nyata di sepanjang Fa Yuen Street. Bagi saya, berada di Fa Yuen Street sangat menyenangkan, jauh lebih menyenangkan daripada istana raja dan rasanya ingin berlama-lama di sana.

Fa Yuen Street (Sneakers Street)