Intro
Jalan-jalan
adalah kegiatan yang selalu membuat saya kecanduan. Setelah trip saya
ke Karimun Jawa pada bulan Juli, saya berkeinginan untuk mengunjungi dan
berwisata ke luar negeri. Keinginan untuk jalan-jalan ke luar negeri
begitu menggebu sehinga hampir tiap hari saya menjelajahi dunia maya
untuk berburu tiket murah penerbangan tujuan internasional. Setelah
hampir seminggu penuh saya berkeliaran di dunia maya, saya belum
menemukan buruan saya. Sampai pada suatu hari di bulan Juli, pacar saya
menemukan tiket pesawat yang cukup murah dengan tujuan Ho Chi Minh City,
Vietnam untuk penerbangan di bulan November. Dengan antusias saya
memutuskan untuk membeli tiket tersebut dan merencanakan untuk
jalan-jalan ke Ho Chi Minh bersama pacar saya.
Dalam
hidup saya, Vietnam akan menjadi negara ketiga yang saya kunjungi
setelah Singapura dan Malaysia dan juga menjadi negara ketiga yang saya
kunjungi pada tahun 2011 ini. Saya tidak tahu banyak tentang Vietnam.
Yang saya paling ingat dari Vietnam adalah cerita peperangan mereka
dengan Amerika Serikat yang banyak sekali difilmkan. Mereka adalah salah
satu bangsa di dunia ini yang sanggup membuat Amerika Serikat bertekuk
lutut dalam sebuah perang. Vietnam bukan negara maju dan termasuk negara yang sedang berkembang di Asia Tenggara.
Saya
banyak membaca dan mendengar cerita bahwa Vietnam adalah salah satu
negara dengan banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi. Salah satunya
adalah Ho Chi Minh City yang dulu bernama Saigon yang belakangan cukup
populer di kalangan turis untuk dikunjungi. Informasi lain yang saya
dapat adalah nilai tukar mata uang mereka (VND) ada dibawah mata uang
Indonesia (IDR) yang membuat saya berpikir saya bisa menjadi orang kaya
sesaat di sana. Hal itu membuat saya sangat antusias untuk mengunjungi
Ho Chi Minh.
Setelah
mendapatkan tiket, aktivitas selanjutnya yang harus saya lalui adalah
menunggu. Saya sependapat dengan kebanyakan orang yang bilang kalau
menunggu itu adalah kegiatan yang sangat membosankan dan menjenuhkan.
Apalagi menunggu tanggal keberangkatan yang masih di bulan November
padahal tiket sudah dipesan dari bulan Juli. Hal seperti ini selalu
membuat saya gelisah.
Hari
demi hari saya lalui dan bulan November pun tak kunjung tiba. Selama
menunggu bulan November tiba, saya kembali mendatangi dan menjelajahi
dunia maya untuk mendapatkan informasi mengenai Ho Chi Minh dan menggali
lebih dalam lagi mengenai Vietnam. Informasi yang saya dapatkan di
dunia maya membuat saya sangat tertarik untuk mengunjungi Ha Long Bay,
sebuah teluk di bagian utara Vietnam yang menjadi salah satu tempat
kunjungan yang populer di Vietnam. Namun ternyata jarak antara Ha Long
dan Ho Chi Minh sangat jauh. Untuk mencapai Ha Long dibutuhkan sekitar
kurang lebih 3.5 jam perjalanan darat dari Hanoi. Dan untuk mencapai
Hanoi dari Ho Chi Minh dibutuhkan waktu lebih dari 24 jam jika
menggunakan kereta dan 2 jam jika menggunakan pesawat terbang.
Karena
waktu yang saya punya hanya 4 hari, maka untuk mencapai Hanoi dengan
perjalanan darat bukan pilihan terbaik. Jalur udara dengan pesawat
terbang adalah pilihan terbaik buat saya. Dengan pertimbangan budget yang
terbatas dan waktu yang tidak lama saya sempat berpikir untuk tidak
mengunjungi Hanoi dan Ha Long Bay. Namun setelah saya kembali
mengunjungi dunia maya untuk mencari tiket pesawat murah, akhirnya saya
memenemukan tiket penerbangan domestik pulang pergi dengan tujuan HCM -
Hanoi dan Hanoi - HCM dengan harga yang cukup terjangkau sekitar
1.800.000 VND atau sekitar IDR 900.000. Tanpa banyak pertimbangan, kami
memutuskan untuk membelinya dan akhirnya rencana perjalanan pun berubah
menjadi JKT-HCM-Hanoi-Halong-Hanoi-HCM-JKT.
November
akhirnya tiba dan saya pun semakin gelisah. Memasuki bulan November
saya mulai antusias dan semakin tidak sabar untuk menunggu tanggal
keberangkatan. Hari berganti hari dan memasuki H-7. Saya semakin gelisah
sambil harap harap cemas berharap agar tidak ada kejadian yang bisa
membatalkan trip ini. Semakin dekat dengan hari keberangkatan saya
juga sudah mulai kehilangan konsentrasi dan fokus bekerja karena yang
apa yang ada di benak saya sebagian besar sudah dipenuhi bayangan dan
khayalan mengenai Vietnam.
Antusias
dan semangat yang saya miliki mendadak hilang pada H-2. Hari itu saya
mendapat kabar dari pacar saya bahwa ia mengalami gangguan di bagian
perut dan sakitnya tak tertahankan sehingga ia harus masuk rumah sakit.
Antusias hilang, khawatir dan cemas pun datang. Kabar itu membuat badan
saya lemas dan seketika dan saya pun cemas trip ke Vietnam yang sudah
saya tunggu-tunggu dari bulan Juli akan dibatalkan. Segera setelah
pulang kantor saya langsung menuju rumah sakit untuk menemui pacar saya
dan menemaninya.
Saya
sangat cemas menuggu hasil pemeriksaan dokter yang menangani pacar
saya. Saat itu saya sempat berpikir bahwa saya tidak akan pergi dan akan
membatalkan trip karena khawatir terjadi sesuatu padanya. Jika terjadi
sesuatu dengan kesehatannya maka saya memutuskan untuk tidak pergi dan
lebih memilih menemaninya. Saat itu yang saya bisa lakukan hanya berdoa
dan berharap agar tidak terjadi sesuatu padanya dan kesehatannya dapat
dipulihkan sehingga pada hari H nanti kami dapat berangkat sesuai
seperti yang telah kami rencanakan sebelumnya.
Pemeriksaan
selesai dilakukan dan menurut dokter yang memeriksa tidak ada penyebab
signifikan yang mengganggu kesehatan pacar saya. Lampu hijau pun
diberikan oleh dokter dan mengizinkannya untuk melakukan perjalanan jauh
asalkan minum obat yang diberikan. Kecemasan mulai hilang dan antusias
pun kembali datang mendengar kabar baik tersebut. Saya pun kembali
tersenyum. Thank God!
Memasuki H-1 kesehatan pacar saya pun semakin membaik.
Saya semakin bersemangat, semakin gelisah dan tidak sabar menyambut
hari esok. Sangat sulit fokus di pekerjaan pada hari itu. Ingin sekali
rasanya mengakhiri hari dengan cepat. Tidur pun pada malam itu menjadi
tidak nyenyak karena sangat antusias. Akhirnya H-1 berkahir dan hari
yang ditunggu-tunggu tiba dan kami siap berangkat ke Vietnam menjelajahi
Ho Chi Minh, Hanoi dan Ha Long Bay.
So, It's gonna be me and my girlfriend going to Ho Chi Minh, Hanoi and Ha Long Bay Vietnam. I'm so excited about it :)
Day 1
Hari
itu tanggal 12 November cuaca Jakarta sangat cerah dan sangat mendukung
untuk melakukan perjalanan. Kami dijadwalkan berangkat pukul 16.35 dari
bandara Soekarno Hatta dan tiba di bandara Tan Son Nhat, Ho Chi MInh
pada pukul 19.40. Sekitar pukul 07.30 pagi dengan semangat saya
berangkat menuju rumah pacar saya untuk menjemputnya. Setelah sarapan
dan membantunya berkemas, kami berangkat menuju bandara Soekarno Hatta.
Perjalanan menuju Vietnam dimulai sekitar pukul 12.00 dari halte Busway
BKPM Tebet menuju Hotel Kartika Candra untuk selanjutnya naik travel
menuju bandara. Bus Transjakarta cukup jarang pada hari itu. Sekalinya
ada, itupun sudah penuh dan tidak memungkinkan untuk masuk. Setelah
menunggu cukup lama akhirnya kami masuk ke bus Transjakarta yang sangat
penuh. Demi mengejar waktu, kami pun rela berdesakan di dalam bus.
Kondisi
itu sungguh sangat tidak nyaman. Kami sulit bergerak dan bernapas. Mau
tidak mau kami harus mencium bau badan dan keringat penumpang yang
sangat tidak sedap. Ditambah dengan tas backpack kami yang cukup tebal
dan berat, cukup membuat kami kelelahan karena harus menggendong tas
selama perjalanan. Beruntung hal itu tidak harus kami rasakan dalam
waktu lama, karena perjalanan hanya memakan waktu 20 menit dan kami pun
tiba di Kartika Candra. Sekitar pukul 13.00 travel yang kami tumpangi
berangkat menuju bandara.
Kami tiba di bandara sekitar pukul 14.30. Kami menuju counter check in dan mengurus administrasi di bandara. Setelah semua urusan check in
beres, kami menunggu boarding dengan makan di salah satu restoran yang
tersedia di sana. Karena terlalu asyik ngobrol dan berbincang-bincang
serta lamanya kami menunggu pesanan kami, tanpa terasa waktu sudah
menunjukan pukul 15.30. Kami pun segera menghabiskan makanan kami dan
setelah itu kami segera bergegas menuju imigrasi dan menuju pintu boarding. Kami tiba di pintu boarding sekitar pukul 16.25 atau hanya 10 menit sebelum keberangkatan. Dan ternyata antrian di disana sangat panjang.
Hati
saya berdebar debar dan cukup khawatir melihat kondisi tersebut. Apa
jadinya kalau saya dan pacar saya ketinggalan pesawat? Akan sungguh
menyesakan dan akan terdengar sangat konyol jika kami gagal berangkat ke
Vietnam hanya gara-gara telat boarding. Kami coba menerobos ke
depan dan berbicara dengan salah satu petugas di bandara, namun hasilnya
nihil. Petugas tersebut menyuruh kami untuk tetap menunggu di antrian.
Waktu berputar dengan cepat dan antrian pun masih terlihat panjang.
Panik dan cemas mulai melanda. Tak ada yang bisa kami lakukan selain
berdoa dan berharap bahwa antrian akan cepat berkurang.
Di
tengah-tengah kecemasan kami, akhirnya petugas dari maskapai yang kami
tumpangi menghampiri antrian dan menanyakan apakah ada penumpang untuk
tujuan Ho Chi Minh. Dia mengajak para penumpang yang masih antri
termasuk kami untuk segera keluar dari antrian dan segera mengikutinya
ke pintu pesawat. Perasaan saya pun lega luar biasa, dan akhirnya kami
masuk ke pesawat tepat waktu dan siap terbang menuju Ho Chi Minh.
Pesawat
berangkat sesuai jadwal dan tidak ada penundaan. Penerbangan
dijadwalkan akan memakan waktu kurang lebih 3 jam. Penerbangan cukup
nyaman walaupun sempat ada sedikit turbulence karena kondisi
cuaca sempat tidak baik yang disebabkan hujan yang cukup deras di tengah
perjalanan. Tapi kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Sesuai
jadwal, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan selamat di bandara Tan Son Nhat, Ho Chi MInh pukul 19.40.
Akhirnya
setelah menunggu sekian lama, saya berhasil menginjakan kaki di Ho Chi
Minh Vietnam. Pemandangan pertama yang saya lihat tentu saja bandara.
Bandara Tan Son Nhat ini tidak terlalu besar namun cukup bersih. Setelah
pengecekan dokumen dan barang-barang yang berlangsung dengan lancar,
hal pertama yang kami lakukan adalah menuju tempat penukaran mata uang.
Di hari yang pertama ini kami berencana mengunjungi daerah District 1.
Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan sebelum berangkat, untuk
mencapai daerah District 1 dengan taxi dibutuhkan sekitar 5-6 USD.
Jika
menggunakan bus, maka hanya diperlukan sekitar 8000 VND per orang
(sudah termasuk barang bawaan) untuk mencapai District 1. Uang yang kami
bawa totalnya sebanyak 400 USD namun kami berencana untuk menukarkannya
di pusat kota. Di Bandara kami hanya menukar uang untuk ongkos,
selebihnya kami tukarkan di pusat kota. Menurut cerita-cerita yang kami
dengar sebelumnya, nilai tukar di pusat kota jauh lebih baik daripada
yang ada di bandara. Kami mengikuti saran tersebut dan hanya menukarkan 5
USD untuk uang transport dan mendapatkan sekitar 100.000 VND.
Bandara Tan Son Nhat |
Kami
tetap berusaha mencari bus dengan maksud untuk berhemat. Namun kami
tidak beruntung malam itu karena ternyata bus hanya beroperasi hingga
pukul 19.00. Akhirnya kami memutuskan untuk naik taxi. Kami sangat
berhati-hati dalam memiliki taxi, karena menurut informasi yang kami
dapat banyak sekali taxi argo kuda di Ho Chi Minh yang curang dan bahkan
ada yang suka memeras. Sesuai dengan rekomendasi yang kami dapatkan,
taxi yang digunakan sebaiknya Mailinh atau Vinasun. Akhirnya kami
menggunakan taxi Vinasun dengan argo.
Berkomunikasi
dengan supir taxi di Ho Chi Minh bukan hal yang mudah karena mereka
tidak bisa berbahasa Inggris. Akhirnya dengan segala bahasa isyarat,
supir tersebut cukup mengerti kemana tujuan kami. Kami pun menuju
District 1. Setelah kurang lebih 25 menit perjalanan akhirnya kami
sampai di Ben Tanh Market yang pada malam itu sangat ramai. Ketika itu
kami melihat argo yang sudah mencapai 120.000 VND dan cukup cemas karena
kami belum menukarkan semua uang kami dan VND yang kami punya hanya
kurang lebih 100.000. Dengan sedikit panik dan melihat Ben Tanh yang
sangat ramai, akhirnya kami memutuskan untuk turun disana dan kami
membayar dengan 100.000 VND ditambah 1 USD. Sungguh beruntung karena
kami tidak perlu menukarkan uang lagi dan uang yang kami tukarkan untuk
ongkos taxi benar digunakan sesuai jumlah yang diperkirakan. Mission Acomplished! :)
Suasana
di Ben Tanh Market pada malam itu sangat meriah, ramai dan hingar
bingar. Sesampainya disana, saya melihat begitu banyaknya sepeda motor
yang berkeliaran membuat kegaduhan dan menyebabkan suasana sangat
bising. Sepertinya mereka sedang merayakan sesuatu, namun pada saat itu
saya tidak tahu apa yang sedang mereka rayakan. Saya terheran heran
melihat pengendara sepeda motor disana. Jumlahnya sangat banyak. Saking
banyaknya mereka terlihat seperti lebah yang keluar dari sarangnya.
Sungguh pemandangan yang cukup mengejutkan, karena saya sebelumnya
berpikir jumlah pengendara sepeda motor di Jakarta adalah yang paling
banyak, namun ternyata pengendara sepeda motor di Ho Chi Minh jumlahnya
melebihi Jakarta.
Hingar Bingar Ho Chi Minh |
Dengan
kondisi seperti itu, untuk menyebrang jalan perlu ekstra hati-hati.
Saya harus berulang kali melihat ke kiri dan kanan bahkan ke depan dan
belakang karena kesemerawutan lalu lintas di sana yang sangat
membingungkan. Saya tidak bisa menebak darimana arah datangnya motor
karena mereka ada dimana saja dan juga berjalan ke mana saja yang mereka
suka. Sebuah pengalaman baru bagi saya yang melihat kondisi lalu lintas
di Ho Chi Minh yang semerawut. Pemandangan yang membuat saya tersenyum
dan menggelengkan kepala terheran-heran.
Kami
akhirnya berhasil lolos dari kegilaan lalu lintas disana dan kami
menuju pasar malam di Ben Tanh. Pasar malam ini menurut saya hampir sama
dengan pasar-pasar malam di Indonesia pada umumnya. Yang dijual disana
cukup beragam dari kerjinan tangan, tas, sepatu, kaos dan ada juga
beberapa kios-kios makanan. Kualitas barang di pasar tersebut juga mirip
dengan yang ada di Jakarta dan menurut saya tidak ada yang terlalu
istimewa di sana. Walaupun begitu, suasana Pasar Malam Ben Tanh tetap
ramai dan meriah. Di sana juga terlihat cukup banyak turis mancanegara
yang sedang melihat-lihat dan berbelanja.
Pasar Malam Ben Tanh |
Rencana
kami selanjutnya adalah mencari hostel dengan tujuan mencari informasi
mengenai tur Ha Long Bay dan menumpang mandi. Kami tidak merencanakan
untuk menginap di Ho Chi Minh karena keesokan harinya kami harus
mengejar penerbangan domestik ke Hanoi yang dijadwalkan terbang pukul
05.30. Bodohnya kami tidak mengambil peta di bandara dan kami tidak tahu
hostel mana yang akan dituju. Kami hanya jalan menelusuri bagian
belakang Ben Tanh Market dan memasuki gang-gang yang ada disana. Kami
menemukan banyak hotel di sana namun setelah kami bertanya mereka tidak
mengizinkan kami menumpang mandi.
Mereka
juga menginformasikan kepada kami bahwa sepertinya untuk tur ke Ha Long
Bay kami hanya mungkin mengambil paket 1 hari tur dan tidak
memungkinkan untuk paket tur 2 hari 1 malam. Kami akhirnya tiba disebuah
hotel dan menukarkan uang kami sebesar 100 USD dan kurs di hotel itu
cukup tinggi sehingga untuk 100 USD kami mendapatkan 2.100.000 VND. Kami
sengaja tidak menukarkan semua uang yang kami punya dan kami berniat
untuk berhemat sebisa mungkin menghabiskan 2.100.000 VND yang baru kami
dapatkan itu.
Tanpa
peta dan tujuan kami terus berjalan menjelajahi daerah sekitar Ben Tanh
Market. Tanpa disadari kami sampai di sebuah taman kota yang juga masih
sangat ramai dipenuhi para pengendara sepeda motor. Setelah
berputar-putar dan menelusuri taman kota itu akhirnya kami sampai di
jalan Pham Ngu Lao. Kami pun memasuki jalan tersebut dan melihat sebuah
hotel kecil di sana yang terlihat cukup ramai. Di depan pintu terpasang
papan nama bertuliskan Saigon Backpacker's Hotel. Kami masuk ke hotel
itu dan bertanya ke staff hotel " Can we use your bathroom to take a shower? ". Dengan ramah staff itu menjawab " Sure, go ahead ." Dia memperbolehkan
kami menggunakan kamar mandinya. Dan kabar baiknya adalah ketika saya
menayakan berapa kami harus membayar, dia menjawab dengan aksen Vietnam
yang kental dan penuh senyum "It's Free".
Saya cukup terkejut mendengar apa yang diucapkan staff hotel itu. Terlintas dalam benak saya " Wow!! Masa sih gratis?? kok baik banget?? Masa enggak dipungut biaya sama sekali? " Sempat juga terlintas di benak saya, "jangan jangan ada udang di balik batu, jangan jangan kami ingin dikerjain dan dipermainkan". Namun setelah saya melihat banyaknya turis-turis bule
yang singgah disana dan melihat suasana yang cukup akrab diantara
mereka, saya pun yakin bahwa keramahan dan kebaikan yang mereka tawarkan
itu tulus.
Saigon Backpacker's Hotel |
Tanpa
banyak berpikir saya langsung mengeluarkan perlengkapan mandi dari tas
saya. Segera saya memasuki kamar mandi dan langsung membersihkan badan
saya yang sudah sangat lengket, penuh keringat dan tentu saja kotor.
Kamar mandinya cukup bersih dan layak untuk digunakan. Ada shower dan
fasilitas air panas. Setelah badan saya bersih dan membuat saya cukup
segar, saya kembali merapihkan perlengkapan saya. Setelah itu giliran
pacar saya yang mandi. Sambil menunggu dia mandi saya berinisiatif untuk
membeli minuman ringan yang dijual di situ karena saya merasa tidak
enak jika tidak membeli sesuatu.
Ada
sebuah minuman yang menarik perhatian saya. Minuman tersebut adalah bir
lokal dari Vietnam. Merek dari bir ini yaitu 333 dan harganya hanya
15.000 VND atau 7.500 IDR. Untuk minuman jenis bir, harga ini termasuk
sangat murah. Di Jakarta, 1 kaleng bir lokal biasanya berkisar seitar
15.000 sampai 20.000 IDR. Saya lalu membuka dompet saya, menyerahkan
uang, mengambil kaleng bir tersebut dan membukanya. Segera saya
meminumnya dan mencicipinya. Terus terang saya bukan seorang yang
fanatik dengan bir jadi saya tidak terlalu paham mengenai perbedaan rasa
antara merek bir yang satu dengan merek yang lain. Menurut saya rasanya
sama saja. Tapi entah kenapa saya lebih menyukai bir lokal dari
Indonesia yang menurut saya lebih terasa segar di badan.
Bir 333 |
Setelah
pacar saya selesai mandi, kami segera membereskan barang-barang kami.
Setelah itu kami duduk duduk santai beristirahat sejenak di hotel itu.
Kami berbincang bincang dengan para staff hotel dan juga para turis yang
ada disana. Asal mereka beragam ada yang dari Inggris, Australia dan
Amerika Serikat. Dari percakapan dengan staff hotel, saya akhirnya tahu
apa yang menyebabkan suasana begitu meriah dan penuh dengan hingar
bingar.
Menurut
staff hotel itu, orang-orang di Ho Chi Minh pada malam itu sedang
merayakan keberhasilan tim nasional sepak bolanya mengalahkan Brunei 8-2
di babak penyisihan Sea Games 2011. Sungguh masyarakat yang sangat
antusias, mereka baru berhasil mengalahkan tim yang lemah namun
perayaannya sudah seperti merayakan keberhasilan menjuarai Piala Dunia.
Saya tidak bisa membayangkan seberapa hingar bingarnya suasana di Ho Chi
Minh jika tim nasional mereka benar-benar berhasil menjurai sebuah
event besar, dapat dipastikan perayaannya akan sangat menghebohkan.
Waktu
terus berputar dan tak terasa waktu sudah semakin malam dan kami harus
berhenti berbincang-bincang dan segera melanjutkan perjalanan. Kami
segera pamit dan berpisah dengan mereka. Selalu menyenangkan bisa
ngobrol dengan orang-orang asing dari mancanegara seperti mereka. Tidak
lupa kami berterima kasih kepada para staff hotel di sana atas segala
keramahan dan kebaikannya dan setelah itu kami segera meninggalkan hotel
dan melanjutkan petualangan kami.
Tujuan kami selanjutnya adalah mencari makan. Kami berencana untuk berburu makanan lokal. Kami ingin mencari Pho atau Pfhe yang diucapkan dalam bahasa Vietnam. Kami berputar putar di sekitar jalan Pham
Ngu Lao dan tidak menemukan apa yang kami cari. Kami akhirnya memutar
arah dan kembali ke arah Ben Tanh Market karena sebelumnya kami sempat
melihat ada kios makanan yang cukup ramai disana. Namun kami kurang
beruntung sesampainya di sana, kios yang dituju sudah tutup. Akhirnya
kami memutuskan untuk kembali menuju jalan-jalan yang terletak di
sekitar taman yang tidak jauh dari Ben Tanh Market. Tidak terasa waktu
berputar dengan cepat dan sudah tengah malam. Suasana jalan masih sangat
ramai penuh dengan sepeda motor yang tak terhitung jumlahnya.
Banyak terlihat bar-bar dan pub yang masih sangat ramai oleh pengunjung yang kebanyakan adalah turis bule. Kami juga menemukan restoran fast food Pizza Hut di daerah itu. Karena kami bertujuan untuk menjajal makanan lokal maka kami melewatkan Pizza Hut.
Setelah berjalan berputar putar menelusuri jalan dan gang-gang di sana
akhirnya kami memutuskan untuk berhenti di sebuah restoran kecil yang
terletak di sebuah gang yang saya lupa namanya. Karena restoran itu
terlihat cukup ramai maka akhirnya kami memutuskan untuk makan di situ.
Saya memesan noodle soup dan pacar saya memesan nasi goreng. Petualangan kuliner kami pada malam itu gagal total. Noodle soup yang saya pesan cukup enak namun tidak ada yang spesial. Rasanya seperti mie instant yang
hanya ditambah dengan potongan-potongan daging. Nasi Goreng yang
dipesan oleh pacar saya rasanya pun tidak karuan. Kurang bumbu, kurang
garam dan kurang cocok di lidah kami. Namun karena perut kami kosong dan
lapar, mau tidak mau makanan kami habiskan. Saya sempat menyesal kenapa
tidak makan di Pizza Hut saja. Namun jika saya tidak mencoba makanan di tempat itu maka saya tidak akan mempunyai pengalaman baru dan menambah fun factor dalam trip ini yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika saya makan di Pizza Hut yang sudah sering saya datangi di Jakarta.
Tak
terasa waktu sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari. Kami pun
memutuskan untuk menyudahi petualangan kami di sekitar District 1 malam
itu. Kami segera menuju bandara Tan Son Nhat untuk mengejar penerbangan
kami ke Hanoi yang dijadwalkan pada pukul 05.30. Kami berencana untuk
tidur di bandara menunggu waktu keberangkatan pesawat kami. Kami naik
taxi dari sekitar jalan Pham Ngu Lao dan tiba di bandara sekitar pukul
02.00 dini hari.
Supir
taxi yang mengantar kami sempat tertawa ketika kami menyuruhnya untuk
mengantar ke bandara. Mungkin ia terheran-heran apa yang akan dilakukan
kami di bandara pada pukul 02.00 dini hari. Sesampainya disana, bandara
memang sangat sepi dan tidak ada aktivitas sama sekali. Kami segera
mencari tempat yang enak untuk dijadikan tempat istirahat. Ternyata yang
ada hanya bangku besi dan tidak terlihat bangku yang yang dibalut
dengan spons empuk di sana. Karena badan sudah sangat lelah akhirnya
kami tidur di bangku besi tersebut tanpa alas dan berbantal tas kami
masing--masing. Itulah akhir petualangan kami di hari pertama.
Day one ends! What a madness traffic in Ho Chi Minh
Day 2
Petualangan
hari kedua dimulai dari bandara Tan Son Nhat. Dengan punggung yang
sedikit ngilu, kaki yang pegal, betis yang mulai mengencang dan tentu
saja rasa kantuk yang masih membara, kami memaksakan untuk segera bangun
dan melanjutkan perjalanan kami. Terminal domestik adalah tujuan kami.
Bandara sudah mulai terlihat ramai dan waktu menunjukan pukul 04.00
subuh. Ketika kami sedang berjalan menuju terminal domestik kami melihat
seorang wanita yang setengah panik dan sangat kebingungan. Dia lalu
menghampiri kami dan bertanya "Do you know where i have to check in? "
Saya melihat tiket yang dipegangnya dan ternyata dia juga ingin
berangkat ke Hanoi menggunakan maskapai yang sama namun dia berangkat
pukul 06.30 sedangkan kami pukul 05.30.
Mengetahui
dia punya tujuan yang sama dengan kami, kami pun langsung mengajaknya
jalan bersama kami menuju terminal domestik. Dia terlihat sangat senang
bisa bertemu dengan kami. Karena dia terlihat sangat bingung tidak tahu
harus kemana dan bertanya kepada siapa. Dia berasal dari Filipina dan
ingin bertemu dengan suaminya yang sedang bekerja di Hanoi. Kami pun
asyik ngobrol dengan dia. Lori, begitu dia memperkenalkan namanya. Di tengah-tengah perbincangan, dia menunjukan kepada kami foto-foto suami dan anaknya. Dengan panjang lebar dia bercerita
tentang suami, anaknya dan semua pengalamannya. Dia juga bercerita
sedikit mengenai Filipina dan mengenai teman-temannya di sana.
Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 05.00 dan pintu boarding kami
sudah dibuka dan kami pun harus berpisah dengan Lori untuk segera
memasuki pesawat. Pesawat berangkat pukul 05.30 sesuai dengan jadwal.
Penerbangan berjalan sangat lancar dan setelah memakan waktu kurang
lebih 2 jam, kami tiba di bandara Noi Bai Hanoi dengan selamat. Bandara
Noi Bai terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan bandara Tan Son
Nhat di Ho Chi Minh. Dari segi kebersihan dan kenyamanan, menurut saya
bandara di Ho Chi Minh masih lebih baik daripada bandara di Hanoi ini.
Petualangan
kami di Hanoi pun dimulai dari bandara ini. Dari bandara, kami
berencana menuju Hoan Kiem District. Untuk menuju kesana yang kami cari
setelah keluar dari bandara adalah bus. Kami mencari bus no 17 yang
menurut informasi yang didapatkan akan membawa kami kesana. Kami sempat
kesulitan mencari tempat dimana bus ini berada. Berulang kali kami
menanyakan kepada orang-orang di sekitar bandara, namun karena kendala
bahasa mereka tidak dapat memberikan jawaban yang kami butuhkan. Sampai
pada akhirnya saya bertanya kepada seorang security di bandara dan dengan baik hati ia menunjukan jalan dan mengarahkan kami untuk naik semacam Golf Car
yang akan membawa kami ke terminal bus. Mobil ini mengantar kami ke
terminal dan kami harus membayar 10.000 VND per orang. Ternyata jarak
terminal cukup dekat dan sebenarnya bisa dengan mudah dicapai dengan
berjalan kaki. Seandainya kami lebih bersabar dan mencari informasi
lebih akurat lagi seharusnya kami tidak perlu mengeluarkan uang untuk
mencapai terminal.
Sesampainya
disana ada beberapa bus yang parkir di terminal, Bus nomor 17 salah
satunya. Bus itu tidak menunjukan aktivitas apapun dan saya pun sempat
ragu apakah bus itu beroperasi. Di dalam bus itu tampak seorang supir
sedang tertidur nyenyak dan menambah keraguan saya. Setelah menunggu
sekitar 15-20 menit ,supir yang tadi masih terlihat tidur nyenyak di bus
tiba-tiba terbangun dan membuka pintu. Melihat pintu bus yang sudah
terbuka, calon penumpang yang telah menunggu lama di terminal (termasuk
kami) langsung beranjak dari tempat duduknya dan segera memasuki bus
itu. Ongkos bus ini sangat murah yaitu hanya 4000 VND per orang.
Berangkat
dari terminal, bus masih belum banyak terisi oleh penumpang. Kami
mendapat tempat duduk yang cukup nyaman. Bus yang kami tumpangi lama
kelamaan mulai terisi penuh di tengah perjalanan. Pada saat itu
sebenarnya kami tidak tahu pasti dimana kami harus turun. Yang kami tahu
bahwa bus ini akan berhenti di dekat Hoan Kiem District. Namun kami
tidak tahu apa nama terminalnya, dan lagi-lagi kami tidak kami tidak
mempunyai peta kota Hanoi. Setelah hampir lebih dari satu jam. Akhirnya
bus yang kami tumpangi sampai pada tempat pemberhentian yang terakhir.
Kami
merasa tersesat dan tidak tahu dengan pasti dimana kami berada pada
waktu itu. Dari sana kami bingung mau kemana. Tanpa peta kami kesulitan
untuk menentukan arah yang dituju. Jalan keluar satu-satunya tentu
dengan bertanya. Namun sekali lagi bertanya di Vietnam ternyata bukan
hal yang mudah. Karena kendala bahasa, apa yang kami tanyakan belum
tentu dimengerti. Akhirnya ada seorang tukang ojek yang mengerti
pertanyaan kami. Dia mengangguk-ngangguk ketika kami bertanya lewat mana
jika kami ingin mencapai Hoan Kiem Lake. Dia pun menunjukan arah menuju
kesana. Karena cukup meyakinkan kami pun percaya dengan arah yang
ditunjukan tukang ojek tersebut, dan kami segera berjalan menelusuri
jalan yang dimaksud dan menemukan keramaian di jalan itu. Saya merasa
lega karena kami ternyata berada di jalan yang tepat dan tempat yang
dituju sudah dekat.
Hanoi
sangat cerah pada hari itu. Meskipun demikan udara di Hanoi cukup
dingin dan sejuk. Kondisi ini sangat pas buat jalan-jalan. Tanpa
bermodalkan peta dan hanya berdasarkan petunjuk arah dari tukang ojek,
kami berjalan menjelajahi Hanoi untuk menemukan Hoan Kiem Lake. Banyak
pemandangan unik dan menarik yang kami lihat ketika berjalan menuju Hoan
Kiem Lake. Salah satunya adalah kabel listrik yang semerawut seperti
benang kusut. Kabel-kabel listrik tersebut sangat berantakan dan tidak
beraturan. Di sepanjang jalan kami juga menemukan begitu banyaknya
toko-toko baju semacam butik-butik kecil yang berada di sepanjang jalan.
Cukup mengejutkan, baju-baju yang dijual kualitasnya sangat bagus dan
jarang terlihat di Jakarta walaupun harganya cukup mahal. Sepeda motor
juga mendominasi lalu lintas sama seperti di Ho Chi Minh. Sekilas kota
Hanoi ini mirip dengan kota Bandung pada awal 90an yang masih sejuk dan
dingin, namun jauh lebih meriah.
Old Quarter - Hoan Kiem District, Hanoi |
Merasa sudah berjalan jauh tapi belum menemukan tempat tujuan, kami mulai merasa tersesat. Ternyata cukup sulit bagi kami untuk menemukan Hoan Kiem Lake. Kami cukup bingung karena semua jalan disana tampak sama dan tidak ada perbedaan yang mencolok. Kami cukup lama berputar-putar di sana dan tidak menemukan tempat yang dituju. Petunjuk yang diberikan oleh orang-orang yang kami tanya sepertinya tidak jelas. Setelah berjalan berputar-putar dan berulang kali bertanya, akhirnya kami menemukan satu orang yang bisa berbahasa Inggris cukup baik dan mengarahkan dengan jelas arah menuju Hoan Kiem Lake. Ternyata kami berada di jalan yang benar dan setelah mengikuti petunjuknya akhirnya kami menemukan Hoan Kiem Lake.
Hoan
Kiem Lake adalah danau yang terletak di pusat kota Hanoi, di daerah Old
Quarter, begitu orang-orang menamai daerah itu. Danau yang airnya
berwarna kehijauan itu cukup luas. Danau itu adalah pusat keramaian di
kota Hanoi. Di tengah-tengah danau ada bangunan yang sangat unik dan
menarik. Bangunan tersebut tidak besar dan megah. Bangunan itu terlihat
usang dan berbentuk seperti kuil yang sangat kecil dan terlihat
misterius. Juga nampak jembatan cantik berwarna merah yang tidak terlalu
panjang yang menghubungkan sebuah kuil dengan daratan di sekitar danau.
Bangunan yang di tengah danau disebut Turtle Tower, sedangkan jembatan
merah yang cantik itu bernama The Huc Bridge dan kuil yang berada di
bagian utara danau adalah Ngoc Son Temple.
Kami hanya sebentar dan melihat sekilas danau itu. Karena pada saat itu sudah sekitar pukul 11.00 dan kami sudah mulai merasa lapar. Kami memutuskan untuk makan siang lalu mencari tempat penginapan. Kami berencana akan kembali lagi ke danau itu setelah makan siang dan mendapatkan tempat menginap. Tak jauh dari tempat kami berdiri saat itu ada City Information Center tepat di depan mata. Sungguh beruntung buat kami bisa menemukan tempat itu tanpa disengaja. Di tempat itu, tentu kami bisa mendapatkan banyak informasi tentang Hanoi.
Kami hanya sebentar dan melihat sekilas danau itu. Karena pada saat itu sudah sekitar pukul 11.00 dan kami sudah mulai merasa lapar. Kami memutuskan untuk makan siang lalu mencari tempat penginapan. Kami berencana akan kembali lagi ke danau itu setelah makan siang dan mendapatkan tempat menginap. Tak jauh dari tempat kami berdiri saat itu ada City Information Center tepat di depan mata. Sungguh beruntung buat kami bisa menemukan tempat itu tanpa disengaja. Di tempat itu, tentu kami bisa mendapatkan banyak informasi tentang Hanoi.
Di
Information Center kami bertanya tentang semua informasi yang kami
butuhkan mengenai Hanoi kepada staff yang bertugas disana. Mereka sangat
membantu, dengan ramah dan penuh senyum mereka menjawab semua
pertanyaan kami. Disana kami akhrinya mendapatkan peta kota Hanoi yang
diberikan secara cuma-cuma. Segera kami menandai di peta yang kami
dapatkan alamat hostel dan hotel yang terdekat yang alamatnya sudah
dicatat sebelum berangkat ke Vietnam. Akhirnya dari banyak nama hostel
dan hotel yang dicatat, akhirnya kami memilih sekitar 5 tempat
penginapan yang terdekat untuk disinggahi.
Sebelum mencari tempat penginapan, karena sudah mulai lapar, kami mencari tempat makan. Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi untuk berputar-putar, akhirnya kami memutuskan untuk makan di tempat terdekat dari City Information Center. Kami menemukan KFC dan memutuskan untuk makan disana. Ternyata menu KFC disana sangat berbeda dengan menu KFC di Indonesia. Yang sama hanya menu KFC original, yang lainnya berbeda. Menu ayam crispy yang dipesan oleh pacar saya pun rasanya berbeda. Di Vietnam mereka menambah rempah-rempah berwarna hijau yang entah apa namanya, sehingga rasa ayam lebih wangi namun jadi agak sedikit aneh. Setelah perut terisi, kami segera menuju titik-titik yang telah ditandai di peta untuk mencari tempat penginapan. Tempat pertama yang ingin dituju adalah Splendid Jupiter Hostel yang beralamat di jalan Tho Xuong Lane, Au Trieu no 16.
Hoan Kiem Lake, Hanoi |
Sebelum mencari tempat penginapan, karena sudah mulai lapar, kami mencari tempat makan. Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi untuk berputar-putar, akhirnya kami memutuskan untuk makan di tempat terdekat dari City Information Center. Kami menemukan KFC dan memutuskan untuk makan disana. Ternyata menu KFC disana sangat berbeda dengan menu KFC di Indonesia. Yang sama hanya menu KFC original, yang lainnya berbeda. Menu ayam crispy yang dipesan oleh pacar saya pun rasanya berbeda. Di Vietnam mereka menambah rempah-rempah berwarna hijau yang entah apa namanya, sehingga rasa ayam lebih wangi namun jadi agak sedikit aneh. Setelah perut terisi, kami segera menuju titik-titik yang telah ditandai di peta untuk mencari tempat penginapan. Tempat pertama yang ingin dituju adalah Splendid Jupiter Hostel yang beralamat di jalan Tho Xuong Lane, Au Trieu no 16.
Mempunyai
peta ternyata tidak membuat semuanya menjadi lebih mudah. Kami cukup
mengalami kesulitan dalam membaca peta. Untuk mencapai Tho Xuong Lane
kami membutuhkan waktu yang cukup lama. Kami sering terkecoh dengan
papan nama jalan. Di Jakarta, papan nama jalan yang menghadap ke kita
menandakan bahwa di depan kita adalah jalan tersebut. Namun ternyata di
Hanoi, papan nama yang menghadap ke kita menandakan bahwa jalan tersebut
adalah jalan di sebelah kiri atau kanan kita. Namun demikian, tersesat
di kota asing bagi saya sungguh mengasyikan.
Setelah
cukup lama berputar-putar, akhirnya kami menemukan hostel yang kami
tuju. Kami memasuki hostel tersebut. Kami tidak beruntung, tidak ada
kamar yang tersedia di sana. Receptionist hostel menawarkan hotel
disebelah yang masih satu group dengan mereka. Namun ternyata harganya
cukup mahal sekitar 25 USD per malam dan itu tidak sesuai dengan budget kami. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat penginapan yang lain.
Tujuan
kami selanjutnya adalah Koto Hostel yang beralamat di 120 Hang Bong
Str. Lagi-lagi kami cukup kesulitan menemukan tempat itu dan memakan
waktu yang cukup lama. Dengan bantuan orang-orang di jalan akhirnya kami
menemukan tempat itu. Setibanya disana staff hostel yang bertugas
langsung menyambut kami dengan ramah. Kami langsung menayakan apakah ada
kamar yang tersedia. Staff hostel itu menawarkan sebuah kamar ke kami,
dan kamarnya terlihat cukup bersih dan nyaman. Kamar mandinya pun cukup
bersih lengkap dengan fasilitas air panas. Pada awalnya dia membuka
harga 19 USD per malam untuk 2 orang. Namun setelah ditawar akhirnya
mereka memberikan kamar itu dengan harga 35 USD untuk 2 orang selama 2
malam. Dengan pertimbangan kamar yang cukup bersih dan tidak ingin
membuang waktu lebih lama lagi untuk mencari tempat penginapan yang
lain, maka kami memutuskan untuk menginap di sana.
Tidak
mau berlama-lama di kamar, setelah mandi dan membereskan barang-barang
bawaan, kami segera keluar dan memulai petualangan kami di kota Hanoi.
Sebelum kami keluar hostel, tidak lupa kami menayakan harga paket tur
untuk ke Ha Long Bay. Mereka menawarkan paket tur 1 hari seharga 37 USD
per orang, namun setelah ditawar akhirnya kami mendapatkan harga 32 USD
per orang. Paket itu sudah termasuk biaya transport ke Ha Long pulang
pergi, makan siang, sewa perahu dan kayak. Tiket ke Ha Long akhirnya
kami dapatkan sehingga membuat kami lebih tenang dan siap untuk
berangkat keesokan harinya.
Kami
melanjutkan peribincangan dengan staff hostel disana. Kami minta saran
dan petunjuk darinya mengenai tempat-tempat yang menarik dikunjungi di
Hanoi. Dia menyarankan untuk mengunjungi Ho Chi Minh Mausoleum, Temple
Of Literature, Hanoi Flag Tower, One Pillar Pagoda dan West Lake Area.
Dia pun menandai tempat-tempat yang disebutkannya tadi di pada peta.
Dia menyarankan untuk naik Taxi ke Mausoleum
dan selanjutnya dari bisa berjalan kaki karena letak tempat-tempat yang
disarankan olehnya tidak jauh dari situ. Cukup tertarik dengan sarannya
tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk berpetualang ke tempat-tempat
itu.
Koto Hostel |
Petualangan
kami selanjutnya diawali dari Koto Hostel menuju Mausoleum. Sesuai
dengan saran dari staff tadi, maka kami pergi ke sana dengan menggunakan
taxi. Banyak taxi yang kami berhentikan tidak mau menggunakan argo dan
mereka meminta tarif tetap sekitar 50.000 VND. Akhirnya dengan susah
payah menawar, ada seorang supir taxi Mailinh yang meberikan tarif
40.000 VND dan kami masuk ke dalam taxi dan berangkat menuju ke daerah
Ba Dinh Square di mana Mausoleum berada. Walaupun menggunakan tarif
tetap, tapi argo taxi ini tetap berjalan. Setelah kurang lebih 15 menit
perjalanan akhirnya kami sampai di tempat tujuan dan argo berhenti di
angka 34.000 VND. Selisih ini sepertinya yang dikejar oleh para supir
taxi di sana. Mereka ingin mendapatkan untung yang lebih besar dengan
menggunakan tarif tetap dibandingkan dengan argo. Tapi hal ini tidak
masalah buat kami, karena selisihnya masih dalam batas kewajaran dan
mengingat selisih 6000 VND itu sama dengan kurang lebih IDR 3000, maka
hal ini bukan masalah sama sekali :)
Setelah
membayar taxi, kami segera keluar dan berjalan menuju Ho Chi Minh
Mausoleum. Tempat itu adalah tempat dimakamkannya Ho Chi Minh yaitu
seorang tokoh yang sangat berpangaruh di Vietnam. Bangunannya tampak
terlihat cukup megah dari kejauhan. Dipercantik dengan taman yg cukup
luas dan tiang-tiang bendera yang terpasang disana, tempat ini cukup
enak dipandang mata. Kami segera mendekat untuk melihat bangunan ini
lebih jelas.
Bangunan
itu berbentuk seperti kubus besar yang berdiri kokoh dan terlihat cukup
megah yang dilapisi marmer bewarna hitam keabu-abuan. Pintu masuk
bangunan itu dijaga oleh dua orang tentara yang memegang senapan dan
terlihat seperti boneka karena mereka terlihat tegap berdiri dan tak
bergerak sedikit pun. Tempat itu sangat ramai dikunjungi oleh
pengunjung. Kebanyakan pengunjung adalah wisatawan asing walaupun
terlihat cukup banyak wisatawan domestik yang terlihat disana. Tempat
itu sepertinya memang menjadi salah satu pusat wisata di Hanoi yang
wajib untuk dikunjungi.
Dari
Ho Chi Minh Mausoleum kami berjalan kaki menuju Flag Tower. Kami hanya
mebutuhkan sekitar 10 menit untuk menemukan tempat ini. Flag Tower
adalah sebuah menara yang cukup tinggi yang dipuncaknya berkibar dengan
megah bendera Vietnam. Bangunannya sudah cukup usang dan termakan usia.
Di bawah menara ini terdapat meriam-meriam dan peluru-peluru yang
sepertinya pernah digunakan untuk perang. Disana terdapat tangga dan
pintu masuk untuk mencapai bangunan di atas. Kami memasuki pintu itu dan
menaiki tangga yang ada di sana.
Sesampainya
di atas, kami memandang ke bawah dan kami melihat banyak bangkai
pesawat terbang, helikopter dan berbagai macam kendaraan perang lainnya
yang terletak disana. Sepertinya kendaraan perang yang terdapat disana
adalah yang digunakan pada saat perang Vietnam berlangsung. Flag Tower
cukup menarik untuk dikunjungi dan cukup bagus untuk dijadikan objek
foto.
Setelah
kami puas berkeliling di Flag Tower, kaki pun mulai terasa pegal dan
badan pun letih. Kami memutuskan untuk mencari tempat untuk duduk
sejenak dan melemaskan otot-otot kaki yang mulai menegang. Kebetulan
disana ada sebuah kedai kopi yang cukup nyaman dan pada saat itu sedang
ramai dikunjungi. Tanpa berpikir panjang, kami segera mencari tempat
duduk dan memesan minuman ringan. Di kedai itu kami beristirahat sejenak
sambil berdiskusi kemana tujuan selanjutnya. Setelah merasa cukup
istirahat dan menghabiskan minuman, kami segera beranjak dari tempat
duduk dan siap melanjutkan petualangan.
One
Pillar Pagoda adalah tujuan kami selanjutnya. Menurut peta yang kami
miliki, tempat itu tidak jauh dari Flag Tower. Kami mengikuti petunjuk
yang ada pada peta dan mulai berjalan menuju kesana. Setelah kurang
lebih 10 menit berjalan, kami mulai kebingungan dan tidak yakin apakah
jalan yang kami lalui adalah jalan yang benar. Sampai pada akhirnya kami
bertemu dengan seorang berseragam hijau yang sepertinya adalah tentara.
Tentara itu menunjukan dan mengarahkan kami dengan jelas. Dengan
bantuannya akhirnya kami berhasil menemukan tempat yang dituju.
Ternyata
tempat yang kami tuju berada di dalam sebuah kompleks dan tidak
terletak di pinggir jalan. Hal itu yang menyebabkan kami agak kesulitan
menemukannya. Dan ternyata kompleks ini sangat dekat dengan Mausoleum
yang kami kunjungi sebelumnya dan seharusnya kami tidak perlu berputar
jauh untuk mencapai tempat ini. Dalam perjalanan menuju One Pillar
Pagoda, kami melewati Ho Chi Minh Museum sebuah museum yang cukup besar
dan memiliki bangunan berbentuk segi enam yang unik dengan ukiran
berbentuk palu dan arit di bagian kepala gedung. Kami juga melihat
banyak taman-taman yang cukup indah di dalam kompleks ini. Setelah
berjalan menelusuri taman-taman yang ada disana, akhirnya kami menemukan
One Pillar Pagoda.
Pagoda
ini cukup unik. Bangunannya berdiri di atas satu pilar yang berada di
tengah kolam yang tidak terlalu besar. Walaupun bangunannya tidak megah
dan terkesan sederhana, namun pagoda ini cukup iconic sehingga
menjadi pusat perhatian para pengunjung disana. Pagoda ini masih aktif
digunakan untuk tempat ibadah. Terlihat ada beberapa orang yang masuk
dan berdoa disana. Sebenarnya sangat menyenangkan untuk bersantai
disini, namun karena tempat ini makin lama makin ramai pengunjungnya dan
suasana mulai berubah seperti di pasar, maka kami memutuskan untuk
segera pergi.
West
Lake area adalah tujuan kami selanjutnya. Kami berencana untuk
menikmati terbenamnya matahari disana. Kami membuka peta dan
memperikirakan jarak West Lake dengan Mausoleum cukup jauh dan dengan
kondisi yang sudah mulai lelah, kami memutuskan untuk menggunakan taxi.
Kami berjalan keluar kompleks dan menemukan sebuah taxi berwarna hijau
bernama Vietnam Taxi. Kami menghampiri taxi tersebut dan berbicara
dengan supirnya dan meminta agar mengantar kami ke West lake Area.
Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata dia menjawab " Oke, to West Lake, use meter, Oke Oke " sambil menganggukan kepalanya dan menunjuk-nunjuk meteran taxi.
One Pillar Pagoda, HCM Mausoleum, HCM Museum, Flag Tower |
Tanpa
kecurigaan sedikit pun kami masuk ke dalam taxi dan berangkat menuju
West Lake. Ketika mobil baru berjalan saya melihat angka di meter taxi
yaitu 8500 VND. Saya kemudian mulai menikmati perjalanan sambil ngobrol
dengan pacar saya. Ketika taxi itu sudah mulai berjalan sekitar 100
meter saya menoleh ke meter taxi dan angkanya sudah menunjukan 22.000
VND. Perasaan saya mulai tidak enak dan mulai merasa ada yang salah
dengan taxi itu. Setelah itu mata saya tidak pernah berhenti memandangi
meter taxi dan apa yang saya lihat sungguh mengejutkan. Pergerakan
angkanya sangat cepat. Hampir setiap detik angka di meter taxi itu
bertambah.
Melihat
pergerakan angka yang sangat tidak masuk akal tersebut, Kami memutuskan
untuk segera turun. Supir taxi itu sempat mengulur-ulur waktu dan
bertingkah seperti tidak mendengar kami menyuruhnya untuk berhenti.
Akhirnya setelah kami menyuruhnya berulang kali untuk berhenti, supir
itu menepikan mobilnya. Kami hanya berjalan sekitar 200-300 meter dan
angka di meter taxi pada saat itu menunjukan 50.000 VND! Oh No! We are being scammed!! :((
Dengan
perasaan sangat dongkol dan kesal, dengan berat hati saya mengeluarkan
dompet saya. Sialnya pada saat itu tidak ada uang pas dan terpaksa saya
harus mengeluarkan selembar 100.000 VND untuk membayar taxi ini. Saya
sempat cemas uang saya tidak akan dikembalikan mengingat kecurangan yang
telah dilakukan. Namun ternyata dengan penuh senyum puas dia
mengembalikan uang saya. Tanpa membuang waktu kami segera keluar dari
taxi itu.
Sungguh
pengalaman yang sangat menyesakan dan membuat jengkel. Kami ditipu
mentah-mentah dan dicurangi. Pada saat itu saya ingin sekali rasanya
mengumpat mengungkapkan kekesalan, melempar wajah supir taxi itu dengan
kotoran, dan ingin sekali rasanya menggembosi ban taxi itu. Sungguh
gila! Bagaimana mungkin hanya berjalan sekitar 200 meter kami harus
membayar sebanyak itu? Sungguh licik apa yang dilakukan oleh supir itu.
Walaupun memang kami juga salah karena sebelumnya kami sudah membaca
tentang Taxi Scam di Hanoi dan seharusnya ada baiknya kami hanya
menggunakan taxi-taxi yang direkomendasikan dan menghindari taxi-taxi
yang aneh. Seharusnya kami bisa lebih bijak dan lebih hati-hati dalam
memilih alat transportasi.
Namun
demikian, saya masih bersyukur kami menyadari kecurangan yang dilakukan
oleh supir taxi itu dengan cepat. Kami cukup beruntung supir itu tidak
berbuat macam-macam seperti mengancam atau melakukan hal-hal buruk
lainnya. Hal positif lainnya adalah dengan membayar 50.000 VND atau
hanya sekitar IDR 25.000, kami mendapatkan pengalaman yang berharga dan akan menjadi peristiwa yang menggelikan untuk diingat dan diceritakan :)
Dengan
perasaan sedikit dongkol kami melanjutkan penjelajahan kami di kota
Hanoi. Kami tetap ingin ke West Lake area. Sambil berjalan mencari taxi,
kami berhenti sebentar untuk membeli air minum. Saya mengeluarkan uang
20.000 VND, kembalian dari supir taxi scam tadi. Sungguh
mengejutkan, si penjual air minum tidak mau menerima uang tersebut
karena ternyata uang itu mempunyai sobekan kecil di sudut kiri bawah. " Hahahahaha " saya hanya bisa tertawa kecut dan menggeleng-gelengkan kepala tak percaya kalau kami telah dibohongi dua kali oleh supir itu. 2-0! untuk kemenangan si supir taxi yang mungkin pada saat itu sedang tertawa puas menikmati ulahnya.
Tak ingin berlama-lama meratapi keapesan, perjalanan menuju West Lake kami lanjutkan. Kami kembali mencari taxi, namun kali ini kami harus bisa belajar dari pengalaman sebelumnya dan lebih bijak dalam memilih taxi. Kami menyetop Mailinh Taxi sama seperti yang kami gunakan dari hostel menuju Mausoleum. Tawar menawar pun terjadi. Supir taxi ini meminta 40.000 VND untuk mengantarkan ke West Lake. Kami menawar 30.000 VND. Setelah terjadi tawar menawar yang cukup alot, akhirnya supir taxi itu setuju dengan harga yang kami tawarkan.
Tak ingin berlama-lama meratapi keapesan, perjalanan menuju West Lake kami lanjutkan. Kami kembali mencari taxi, namun kali ini kami harus bisa belajar dari pengalaman sebelumnya dan lebih bijak dalam memilih taxi. Kami menyetop Mailinh Taxi sama seperti yang kami gunakan dari hostel menuju Mausoleum. Tawar menawar pun terjadi. Supir taxi ini meminta 40.000 VND untuk mengantarkan ke West Lake. Kami menawar 30.000 VND. Setelah terjadi tawar menawar yang cukup alot, akhirnya supir taxi itu setuju dengan harga yang kami tawarkan.
Tak
lama kemudian setelah kurang lebih 15 menit perjalanan kami sampai di
West Lake. Suasana disana sangat cocok untuk menemani sore. Walaupun
danaunya tidak terlalu bersih dan berwarna hijau kecoklatan, namun
pemandangan senja disana cukup memanjakan mata. Pohon-pohon yang cukup
rimbun, bangku taman yang menghiasi sepanjang danau dan dilatar
belakangi oleh langit senja dan matahari yang mulai terbenam serta
ditambah dengan pagoda di sekitar danau, adalah sebuah pemandangan yang
sangat saya butuhkan untuk menikmati sore.
Tidak
lupa kami juga mengunjungi Tran Quoc Pagoda yang berada disana. Pagoda
ini cukup tinggi dan ada sekitar 10 tingkat bangunan dan di setiap
jendelanya terdapat patung-patung Buddha berwarna putih. Saat itu Pagoda
ini sedang direnovasi dan terlihat cukup berantakan. Kami masuk sampai
ke dalam dan melihat banyak orang-orang yang sedang beribadah. Setelah
itu kami keluar dari sana dan menikmati sore yang tersisa.
West Lake, Hanoi |
Sore
berakhir dan malam pun tiba. Kami segera melanjutkan perjalanan. Tujuan
selanjutnya adalah kembali ke Hoan Kiem Lake. Karena ingin berhemat
kami mencari informasi mengenai bus. Kebetulan tidak jauh dari West Lake
ada sebuah halte bus yang ramai oleh calon penumpang yang sedang
menunggu. Kami menghampiri salah seorang gadis remaja yang duduk di
halte itu dan bertanya " Excuse me, Do you know what bus will take us to Hoan Kiem Lake? " Gadis itu terdiam sebentar dan kemudian menjawab dengan bahasa Inggris yang kurang jelas namun dapat dimengerti "
Hmmm...you can take bus number 33 and then stop at Hanoi Law University
and then take bus number 09 to Hoan Kiem Lake...you can go with us
until we stop at Hanoi University. "
Mendengar apa yang diucapkan oleh gadis itu membuat saya merasa sangat beruntung. Saya
sempat cemas dan khawatir akan kembali ditipu oleh orang-orang disana
karena masih segar dalam ingatan apa yang telah dilakukan oleh supir
taxi scam kepada kami. Namun ternyata kekhawatiran saya tidak terbukti dan masih ada orang-orang baik yang mau membantu dan menolong kami.
Setelah
menunggu kurang lebih 15 menit, bus nomor 33 yang kami tunggu-tunggu
datang. Bus ini cukup penuh oleh penumpang, sehingga kami harus berdiri
dan berdesakan. Ongkosnya hanya 4000 VND. Dengan harga yang murah, tentu
sebanding dengan tingkat kenyamanan yang kami dapatkan. Walaupun bus
ini ada AC-nya, namun karena banyaknya jumlah penumpang, bus itu menjadi
tidak nyaman. Kondisi ini mirip dengan apa yang ada di Jakarta. Di
Jakarta saya sering berdiri di bus dan berdesakan, hanya saja di Vietnam
bus yang digunakan sedikit lebih bagus. Dan yang membedakan adalah bus
disana berhenti hanya di halte dan tidak bisa berhenti sembarangan
sesuai kemauan penumpang.
Dengan
berdesakan kami mencoba menikmati perjalanan. Kami melewati jalan yang
cukup besar dan lalu lintas disana pada waktu itu cukup padat. Ada
sedikit kemacetan, namun cukup lancar. Kami jarang melihat gedung
bertingkat disana, dan pemandangan di sepanjang jalan serupa dengan Ho
Chi Minh yang juga dipenuhi oleh sepeda motor yang tak terhitung
jumlahnya. Setelah sekian lama berputar-putar dengan bus, akhirnya kami
turun di Hanoi Law University untuk menyambung bus yang bertujuan ke
Hoan Kiem Lake. Kami berpisah dengan gadis yang telah membantu kami dan
tak lupa mengucapkan terima kasih atas bantuannya.
Tak
lama kemudian, bus nomor nomor 09 yang kami tunggu datang. Bus ini
tidak terlalu penuh dan kami mendapatkan tempat duduk. Pada saat itu
kami tidak tahu sedang berada di mana dan tidak tahu lewat jalan mana
bus ini akan membawa kami. Yang kami tahu, menurut gadis itu bus ini
akan membawa kami ke Hoan Kiem Lake. Tidak ada yang bisa kami lakukan
selain duduk menikmati perjalan dan berharap bus ini akan mengantarkan
kami ke tempat tujuan. Perjalanan dengan bus ini memakan waktu yang cukup lama karena rute bus yang berputar-putar dan lalu lintas yang cukup padat. Setelah lebih dari 1 jam berputar-putar mengelilingi kota Hanoi, akhirnya kami sampai juga di Hoan Kiem Lake.
Kami
turun persis di samping Hoan Kiem Lake, dan segera menuju kesana.
Suasana danau ini pada malam hari sungguh meriah. Warna-warna cahaya
lampu menghiasi setiap sudut danau. Turtle Tower yang berada di tengah
danau pun menyala dan terlihat sangat menawan. The Huc Bridge malam itu
dihiasi oleh gemerlapnya lampu yang terpasang pada setiap badan jembatan
yang membuatnya menyala mengeluarkan cahaya yang bewarna merah meriah
dan terlihat sangat cantik dan menarik. Sungguh pemandangan yang bisa
membuat mata menari kegirangan. Danau ini memang menjadi pusat keramaian
dan kemeriahan kota Hanoi.
Banyak anak muda yang sekedar nongkrong bersama
teman-temannya untuk menikmati pemandangan di sekitar danau. Banyak
juga pasangan yang terlihat sedang asyik berpacaran, dan memang tempat
ini menurut saya memang pas untuk dijadikan tempat kencan. Banyak juga
yang berolahraga di sekitar danau padahal waktu itu sudah cukup malam.
Kami pun sangat menikmati suasana disana dengan duduk-duduk santai dan
berfoto-foto. Sangat menyenangkan berada disana. Ingin rasanya
berlama-lama dan tak ingin beranjak dari sana. Hoan Kiem Lake dapat
dipastikan akan menjadi salah satu tempat favorit saya di Hanoi.
Turtle Tower - Hoan Kiem Lake, Hanoi |
Hari semakin
malam dan kami mulai lapar. Kami harus segera mencari makan dan kembali
ke hostel untuk beristirahat. Setelah cukup puas menikmati gemerlap dan
meriahnya suasana Hoan Kiem Lake pada malam itu, kami menuju City
Information Center untuk bertanya dimana tempat makan yang lezat. Karena
saya cukup penasaran dengan Pho, maka saya bertanya dimana restoran yang menyajikan Pho yang lezat dan tidak jauh dari tempat ini. Staff di pusat informasi itu menyarankan kami untuk menuju sebuah restoran fast food yang bernama Pho 24. Restoran ini sebenarnya ada di Jakarta, tapi karena waktu yang terbatas dan ingin mengetahui keaslian dari Pho, maka kami memutuskan untuk pergi kesana yang terletak di ujung bagian selatan danau.
Sesampainya
disana, kami segera melihat menu dan cukup tertarik dengan apa yang
disajikan. Harganya tidak terlalu mahal, rata-rata satu mangkok Pho harganya
50.000 VND atau sekitar IDR 25.000. Saya lupa apa nama menu yang saya
pesan. Yang pasti apa yang saya pesan adalah menu yang terbesar dan
berisi dari kombinasi semua daging disana, sementara pacar saya memesan Pho with Beef. Tak lama kemudian 2 buah mangkok yang berukuran sangat besar datang menghampiri kami.
Saya
cukup terkejut melihat dari ukuran mangkoknya dan banyaknya daging yang
ada di dalamnya. Tanpa membuang waktu, kami segera mencicipi makanan
kami masing-masing. Kuahnya terasa sangat segar di lidah, dan dagingnya
sungguh gurih ditambah dengan mie yang sangat lembut membuat makanan ini
sangat enak untuk disantap. Kami juga memesan semacam lumpia, namun
rasanya kurang cocok di lidah kami. Saya sangat puas dengan makan malam
kali ini karena berhasil menemukan sesuatu yang lezat dan merupakan
makanan khas setempat walaupun hanya restoran Fast Food.
Makan
malam sudah selesai dan selanjutnya kami menuju hostel untuk
beristirahat karena keesokan harinya kami akan berangkat menuju Ha Long
Bay dan dijadwalkan untuk berangkat pada pagi hari. Jadi kami tidak
ingin tidur larut malam, mengingat kami sebenarnya belum cukup tidur
pada hari pertama dan butuh istirahat yang cukup. Hari yang melelahkan
namun sangat menyenangkan. Sesampainya di hostel, kami langsung mandi
dan setelah itu segera tidur dan beristirahat. Petualangan kami di hari
kedua pun berakhir.
It's a wrap for day two! It was fun day!! Taxi Scam Driver, screw you :) Hanoi, I love you :)
Day 3
Pada
hari yang ketiga, kami akan menghabiskan sebagian besar waktu kami di
Ha Long Bay. Tempat ini menjadi alasan utama kami mengapa pada akhirnya
kami memutuskan untuk membeli tiket pesawat ke Hanoi. Saya sangat
penasaran dengan tempat itu yang termasuk salah satu finalis New 7 Wonders. Gambar-gambar
pemandangan Ha Long Bay yang saya lihat di dunia maya sungguh sangat
menggoda. Saya sangat bersemangat dan antusias untuk pergi kesana untuk
melihat dan membuktikan sendiri dengan mata kepala saya keindahan Ha
Long Bay.
Saya
bangun sekitar pukul 06.30 pagi itu dengan keadaan sehat dan segar
bugar. Istirahat saya pada malam sebelumnya sangat cukup. Saya bisa
tidur nyenyak selama kurang lebih 8 jam. Saya sangat bersemangat pagi
itu dan semakin tidak sabar untuk pergi ke Ha Long Bay.
Tour guide
dijadwalkan akan menjemput kami sekitar pukul 08.00. Sebelum itu kami
diantar menuju hotel di sebrang jalan untuk sarapan. Sarapan yang
disajikan cukup lezat. Saya menyantap nasi dan mie goreng yang cukup
bersahabat untuk dimakan pada pagi hari. Setelah sarapan kami segera
kembali ke hotel untuk menunggu dijemput. Sambil menunggu dijemput, pacar saya sibuk memanfaatkan fasilitas internet gratis di hostel,
sementara saya berbincang bincang dengan salah satu staff hotel
disana. Saya berbicara dengan seorang pria yang mungkin berumur sekitar
20-23 tahun. Saya menanyakan namanya, dan dengan bahasa Inggris yang
kurang jelas dia menjawab " My name is @$*% " Saya kembali bertanya kepadanya karena kurang jelas " I'm sorry, who? " Sambil tertawa dia menjawab " Just called me Johnson. "
Saya dan Johnson berbicara tentang Sea Games, sepakbola dan tentunya tentang Vietnam. Walaupun bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus, namun setidaknya dia mengerti apa yang saya sampaikan. Buat saya, bisa berinteraksi dengan masyarakat setempat seperti apa yang saya lakukan dengan Johnson ini sungguh menyenangkan. Dengan perbedaan bahasa, logat, dan budaya kami bisa berkomunikasi walaupun terkadang saya tidak mengerti apa yang ia sampaikan dan mungkin ia juga tidak mengerti apa yang saya sampaikan.
Saya dan Johnson berbicara tentang Sea Games, sepakbola dan tentunya tentang Vietnam. Walaupun bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus, namun setidaknya dia mengerti apa yang saya sampaikan. Buat saya, bisa berinteraksi dengan masyarakat setempat seperti apa yang saya lakukan dengan Johnson ini sungguh menyenangkan. Dengan perbedaan bahasa, logat, dan budaya kami bisa berkomunikasi walaupun terkadang saya tidak mengerti apa yang ia sampaikan dan mungkin ia juga tidak mengerti apa yang saya sampaikan.
Dia
sangat antusias ketika membicarakan soal sepakbola. Terlihat dengan
jelas bahwa dia adalah penikmat sepakbola karena dia menggunakan jersey Manchester
United, klub sepakbola ternama asal Inggris. Perbincangan menjadi
semakin menarik saat saya dan Johnson membicarakan tim nasional
sepakbola masing-masing yang kebetulan pada saat itu sedang berjuang di
arena Sea Games. Dia berharap Vietnam akan menyabet medali emas
sepakbola, sedangkan saya tentunya berharap Indonesia yang menang. Di
saat sedang asyik berbincang, tiba-tiba ada seorang wanita Vietnam
bertubuh mungil yang membuka pintu hotel dan bertanya " Ha Long Bay tour? are you ready ? " Wanita itu ternyata adalah tour guide
yang bertugas untuk menjemput saya dan pacar saya. Saya lalu
menghentikan perbincangan saya dengan Johnson dan segera bangkit dari
tempat duduk saya. Saya lalu berpamitan dengan Johnson serta staff hotel
lainnya dan segera mengikuti tour guide itu. I'm so ready for Ha Long Bay.
Petualangan
kami menuju Ha Long bay dimulai. Kami dijemput oleh sebuah kendaraan
minibus yang cukup besar dengan kapasitas sekitar 13-15 tempat duduk.
Ketika kami memasuki kendaraan itu, bangku di depan kami sudah terisi
oleh 4 orang turis bule. Kami duduk di belakang mereka. Dari bangku yang
tersedia masih ada 6-7 bangku lagi yang kosong. Dan ternyata, menurut tour guide kami, masih ada sekelompok turis yang ingin di jemput. Kami segera meninggalkan hotel dan menjemput 2 rombongan lagi.
Perjalanan
dimulai dengan memutari Hoan Kiem District dan melewati Hoan Kiem Lake.
Pemandangan Hoan Kiem Lake pada pagi itu cukup menyegarkan. Saya sempat
berpikir akan menyenangkan jika saya bisa menghabiskan waktu pagi saya
disini. Namun waktu yang terbatas tidak mengizinkan saya untuk pergi
kesana. Tidak jauh dari Hoan Kiem Lake, mobil kami berhenti di sebuah
hotel. Setelah itu ada sebuah rombongan yang terdiri dari 4 orang.
Rombongan ini adalah turis lokal dan terlihat sangat ribet dengan gaya
berpakaian dan barang-barang bawaannya. Saya mengernyitkan dahi dan
menggelengkan kepala ketika melihat ada salah satu dari mereka yang
membawa koper besar seakan-akan ia mau tinggal disana selama
berbulan-bulan. Hal lain yang menggangu saya adalah pakaian mereka, yang
sepertinya lebih cocok dipakai untuk ngeceng di mall daripada pergi berwisata ke laut.
Tak
lama kemudian, kami sampai di suatu tempat untuk menjemput rombongan
yang terakhir. Rombongan ini juga turis lokal, ada 3 orang di dalam
rombongan itu. Semua bangku sudah terisi, dan kami segera menuju Ha Long
Bay. Di awal perjalanan tour guide kami memperkenalkan peserta
tur. Empat orang turis bule yang duduk didepan kami ternyata berasal
dari New Zealand dan Australia, dan yang dua lagi berasal dari Swedia.
Sisanya adalah kami dari Indonesia dan turis lokal dari Vietnam.
Perjalanan
dari Hanoi menuju Ha Long Bay diperkirakan akan memakan waktu sekitar
3.5 jam. Ditengah perjalan kami dijadwalkan akan istirahat selama 15-20
menit. Rencana aktivitas kami selama di Ha Long adalah, makan siang di
kapal, berlayar ke teluk, mengunjungi Tien Chung Grotto (sebuah goa),
mengunjungi desa apung, bermain kayak dan kembali ke dermaga.
Suasana
di mobil selama perjalanan sangat membosankan. Tidak ada pemandangan
menarik yang bisa kami lihat sepanjang perjalanan. Suasana membosankan
diperburuk dengan ulah turis-turis lokal yang duduk di belakang kami.
Mereka dengan seenaknya menyalakan musik dengan telpon genggam dan ipad mereka.
Saya tidak akan keberatan jika mereka memutar lagu-lagu yang enak
didengar. Namun mereka memutar lagu yang entah apa genrenya. Yang pasti
lagu yang mereka putar sangat mengganggu telinga saya. Dan tak hanya
itu, mereka juga berisik dan sepertinya tidak peduli ada orang lain di
mobil.
Untungnya saya telah menyiapkan telepon genggam yang sudah diisi dengan playlist favorit. Untuk menghindari kegaduhan yang dibuat oleh mereka, saya segera menutup telinga dengan earphone,
mendengarkan musik dan segera memejamkan mata. Itu sangat membantu saya
untuk menghilangkan rasa jengkel akibat melihat ulah turis lokal itu.
Setelah kurang lebih 1.5 jam perjalanan. Mobil kami berhenti di sebuah
toko yang cukup besar. Kami sepertinya dipaksa untuk mampir ke tempat
itu dengan harapan akan membeli sesuatu dari apa yang dijual disana.
Sepertinya semua agensi tur yang bertujuan ke Ha Long Bay sudah bekerja
sama dengan pemilik toko itu untuk menyelipkan agenda agar para turis
berkunjung kesana.
Toko
itu bernama Ruby Emperor dan menjual segala macam barang yang
berhubungan dengan Vietnam. Barang-barang itu diantaranya kerajinan
tangan, buku, dompet, perhiasan, pakaian, topi dan lain-lain. Toko ini
juga menjual makanan dan minuman. Saya kurang tertarik dengan
barang-barang yang dijual disana. Memang ada beberapa barang yang cukup
bagus namun hargnya cukup mahal.
20
menit berlalu, kami segera meninggalkan Ruby Emperor dan kembali ke
mobil untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan sempat tersendat karena
adanya kemacetan yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Kami
sempat terhenti sekitar 20 menit, namun setelah itu jalanan lancar.
Setelah total hampir 4 jam perjalanan dari Hanoi, akhirnya kami tiba di
Ha Long.
Kami
tiba di sebuah pelabuhan yang sangat ramai oleh turis yang tentunya
juga punya tujuan yang sama dengan kami. Kami mengikuti tour guide
menuju sebuah loket untuk mengambil tiket. Kami juga diharuskan untuk
mengisi semacam daftar absen. Setelah semua urusan administrasi selesai,
kami segera naik ke kapal. Kapal yang kami tumpangi tidak terlalu besar
dan terdiri dari dua tingkat. Di tingkat yang pertama, suasana kapal
mirip dengan restoran. Ada beberapa meja dan kursi yang berjejer disana
mirip dengan layout sebuah restoran. Di tingkat atas tidak
terdapat apa-apa. Bangku untuk duduk menikmati pemandangan pun tidak
ada. Dan layar seperti yang saya lihat pada gambar-gambar yang ada di
dunia maya tidak terpasang. Setelah melihat-lihat kapal, kami segera
mencari tempat duduk dan duduk satu meja dengan dua turis wanita asal
Amerika Serikat.
Kapal
yang kami tumpangi, Ha Long 08 mulai berangkat sekitar pukul 12.30. Tak
lama kemudian seorang pelayan datang mengantarkan makanan ke meja kami.
Makanan yang disajikan cukup lengkap. Tahu, cumi, ikan, telur dadar,
sayur, nasi dan lumpia adalah hidangan yang disajikan. Tidak ada yang
istimewa dari makanan yang kami makan. Rasanya biasa saja dan kurang
bersahabat di lidah kami. Dua wanita bule yang duduk di depan kami pun
agak sedikit ketakutan untuk mencicipi makanan yang disajikan.
Melihat
dari badan mereka yang cukup gemuk, saya tidak mengira kalau mereka
ternyata pilih-pilih dalam hal makanan. Tadinya saya berpikir mereka
akan makan apa saja yang dihidangkan. Mereka sempat bertanya kepada kami
" What is that? " sambil menujuk hidangan cumi-cumi yang ada di meja. " It's a squid. "
ujar kami. Ketika mendengar jawaban kami mereka seperti geli dan jijik
dan mengatakan mereka tidak akan menyentuh cumi-cumi itu. " We're not gonna eat that! never " ujar mereka dengan ekspresi muka yang penuh dengan rasa jijik.
Setelah
menghabiskan makan siang, Kami segera beranjak dari tempat duduk dan
keluar untuk menikmati pemandangan. Perlahan tapi pasti, pulau-pulau
kecil dan batu-batu besar disana mulai kelihatan. Seperti sudah ada yang
mengatur sedemikian rupa, letak dan layout dari pulau dan
batu-batu ini sungguh menarik dan sangat rapih. Bentuk dan ukuran
batu-batu yang terdapat disini pun beraneka ragam ada yang kecil dan
yang besar. Sekilas banyak bentuk-bentuk yang menyerupai punuk burung
unta. Pemandangan ini sangat menarik, namun sayangnya warna lautan yang
berada disana kurang jernih. Laut disana terlihat agak kotor berwarna
hijau kecoklatan dan menurut saya adalah salah satu kekurangan dari Ha
Long Bay.
Semakin
dekat memasuki teluk, saya merasakan sesuatu yang misterius. Saya
merasakan sepertinya tempat ini penuh dengan misteri. Banyak pertanyaan
yang tiba-tiba muncul dalam kepala saya. Salah satunya adalah apa yang
ada di dalam batu dan pulau-pulau itu. Apakah ada kehidupan? Adakah
orang yang tinggal disana? Suasana misterius ini sangat mengasyikan dan
sangat membuat saya penasaran. Menurut legenda yang diceritakan oleh
tour guide kami, tempat ini dulunya didiami oleh seekor naga yang turun
dari langit karena ditugaskan oleh dewa-dewa. Namun karena naga itu
terpesona dan jatuh cinta oleh kecantikan pemandangan di Ha Long, dia
memutuskan untuk tinggal dan hidup disana.
Tak
lama kemudian kapal kami menepi di sebuah dermaga kecil. Kami tiba di
Tien Cung Grotto, sebuah goa yang memang ada dalam daftar kunjungan kami
. Semua peserta tur yang ada segera mengikuti tour guide yang
mulai berjalan menaiki tangga masuk ke dalam goa. Setibanya di goa itu,
saya cukup terkesima atas apa yang saya lihat. Lagi-lagi saya merasakan
suasana yang cukup misterius disana. Goa itu cukup besar dan luas.
Banyak stalaktit dan stalakmit yang menawan di goa itu. Dengan efek
warna warni lampu sorot, semakin membuat goa ini terlihat cantik.
Disamping itu banyak juga bentuk-bentuk yang misterius disana. Tour
guide kami menunjuk ke langit-langit dan langit-langit itu berbentuk
seekor kura-kura. Ada juga terlihat batuan yang bentuknya mirip pinguin.
Saya juga melihat bayangan berwujud wanita dan sesosok pria dan
bentuk-bentuk unik lainnya. Amazing View!
Tien Cung Grotto - Ha Long Bay, Vietnam |
Dari
Tien Cung Grotto, perjalanan dilanjutkan menuju ke desa nelayan
terapung. Desa atau perkampungan ini cukup unik. Rumah mereka terapung
di lautan, dan jumlahnya cukup banyak. Sepertinya profesi sebagian besar
masyarakat disana adalah nelayan. Aktivitas di sana cukup hiruk pikuk
karena banyaknya wisatawan yang berkunjung kesana. Hal yang cukup aneh
adalah banyaknya anjing yang dipelihara oleh masyarakat disana. Sampai
saat ini, saya masih bingung apa tujuan mereka memelihara anjing di
tempat seperti itu.
Di desa itu kami bersiap untuk melakukan aktivitas kami selanjutnya yaitu kayaking.
Saya dan pacar saya belum pernah bermain kayak sebelumnya. Kami tidak
tahu bagaimana caranya mendayung dan menjalankan kayak ini. Dengan penuh
rasa cemas dan sedikit nekat, akhirnya kami memberanikan diri untuk
naik ke dalam kayak. Jika melihat orang lain yang sedang kayaking sepertinya
kegiatan ini sangat mudah untuk dilakukan. Namun pada kenyataannya
tidak seperti yang kami bayangkan. Kami duduk dan mulai mencoba
mendayung. Kami sangat bingung untuk menggerakan perahu ini. Kami tidak
tahu bagaimana caranya untuk maju, mundur atau belok.
Melihat
kami kebingungan, seorang nelayan yang ada di dermaga mengajari kami
cara mendayung dengan bahasa isyarat. Dia mengajarkan, untuk mundur kami
harus mendayung ke depan dan sebaliknya untuk maju kami harus mendayung
ke arah belakang. Jika kami ingin belok ke kiri, berarti kami harus
mendayung di sebelah kanan dan sebaliknya jika kami ingin belok kanan,
kami harus mendayung ke kiri.
Karena
baru belajar dan belum biasa dengan hal dayung mendayung, kami cukup
kesulitan mengemudikan kayak kecil itu. Sering kali kami kebingungan dan
sedikit panik ketika kami mulai berjalan tidak sesuai dengan arah yang
kami inginkan. Dan tidak jarang pula kami salah arah dan hanya
berputar-putar di tengah. Dengan susah payah, kami mencoba mengarahkan
kayak itu menuju sebuah sea cave kecil yang berada di depan kami. Usaha kami nyaris berhasil, kami sampai di mulut sea cave
itu, namun kami mengalami kesulitan untuk masuk kesana karena arus
sepertinya tidak mendukung kami dan jalan untuk masuk kesana cukup
sempit. Akhirnya kami memutuskan untuk balik arah dan mendayung kembali
ke arah dermaga.
Setelah kurang lebih 45 menit kami kayaking,
nelayan yang ada di dermaga memanggil kami untuk segera kembali. Kami
sebetulnya masih punya waktu sekitar 15 menit lagi untuk menikmati
kegiatan ini. Tapi karena di dermaga sudah banyak sekali turis-turis
lain yang sedang menunggu, kami pun dipanggil untuk segera menepi dan
bergantian dengan mereka. Aktivitas kayaking cukup seru, menegangkan dan menyenangkan. Yang pasti kayaking dapat mengakibatkan pegal-pegal yang sangat terasa di lengan.
Selesai
bermain kayak, kami beristirahat sejenak di desa terapung itu. Ketika
kami sedang beristirahat dan menikmati desa itu, tiba-tiba saya
menyadari bahwa, kapal Ha Long 08 yang kami tumpangi sebelumnya tidak
ada di dermaga. Saya segera mencari tour guide kami dan bertanya.
Menurutnya, kapal sedang mengantarkan penumpang ke sebuah tempat. Saya
bertanya-tanya, siapa penumpang yang sedang diantarkan. Saya melihat di
sekeliling saya dan menemukan semua peserta tur yang berada di kapal
yang sama dengan kami kecuali empat turis lokal yang pada waktu perjalan
darat dari Hanoi ke Ha Long duduk di belakang kami. " Ahh, ternyata si turis-turis ribet itu " pikir saya. Mereka dari awal perjalanan sudah cukup membuat saya kesal, dan mereka kembali berulah.
Mengeluh
tidak mengubah keadaan. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain
menunggu. Akhirnya saya berusaha menikmati suasana di desa apung ini
semaksimal mungkin. Saya duduk di pinggir dermaga dan memandangi
pulau-pulau dan batu-batu yang terlihat dari desa itu. Ada sebuah batu
yang cukup bentuknya cukup unik. Bentuknya sepertinya trapesium yang
tidak rata. Gambar batu ini ada di salah satu pecahan mata uang Vietnam.
Entah benar atau tidak, menurut tour guide kami, batu itu merupakan salah satu simbol dari Ha Long Bay.
Hal
menarik lainnya yang saya lihat adalah sekelompok elang yang terbang
tinggi dan hinggap di puncak sebuah pulau yang tidak jauh dari desa itu.
Elang-elang itu cukup gagah dan sesekali mereka mengeluarkan suaranya
yang cukup keras. Terlihat juga ada beberapa orang yang sedang iseng
memancing ikan. Salah satu dari mereka ada yang berhasil mendapatkan
seekor ikan kecil yang bentuknya cukup aneh. Ikan itu seperti landak,
dengan duri-duri tajam di badannya.
Kami
sudah cukup lama menunggu, namun kapal Ha Long 08 yang kami tumpangi
belum menunjukan tanda-tanda kedatangan. Penumpang yang lain terlihat
juga mulai gelisah. Dua turis bule yang duduk bersama kami pada waktu
makan siang pun mulai menunjukan wajah-wajah dengan ekspresi kekecewaan.
Saya juga mulai gelisah, dan menanyakan hal ini kepada tour guide, dan dia hanya bisa menyarankan untuk sabar menunggu. Saya cukup kecewa dengan service yang diberikan. Mungkin karena paket yang kami dapatkan cukup murah, jadi service yang diberikan tidak maksimal. Akibat molornya jadwal kapal itu, waktu yang kamu punyai semakin sedikit.
Akhirnya
setelah menunggu hampir satu jam lamanya, kapal Ha Long 08 mulai
menampakan dirinya. Kami meninggalkan desa terapung itu, dan segera naik
ke kapal. Dengan sedikit waktu tersisa, perjalanan menjelajahi Ha Long
Bay dilanjutkan. Kami naik ke bagian kapal yang paling atas agar lebih
maksimal menikmati pemandangan disana. Terdiam memandangi pemandangan
yang indah, sambil menghirup udara laut yang menyegarkan adalah
kenikmatan tersendiri buat saya. Semakin jauh kami berjalan, semakin
banyak batuan dan pulau-pulau kecil yang kami jumpai. Bentuknya pun
semakin unik beragam. Sempat saya melihat ada batuan yang bentuknya
menyerupai anjing. Selain itu ada dua batu yang sangat menarik karena
bentuknya menyerupai dua buah kepala yang sedang berciuman. Batu ini
populer dengan nama Kissing Rocks.
Kami
mulai meninggalkan pulau-pulau dan batuan itu. Kapal kami mulai menuju
arah pulang. Tak lama kemudian, senja mulai manghampiri. Langit mulai
memerah, dan matahari sedang bersiap-siap untuk terbenam menandakan
waktu kami disana akan segera habis. Pemandangan senja yang cukup indah
itu seakan menjadi hidangan terakhir yang kami bisa nikmati disana. Tak
terasa, waktu kami habis dan harus berpisah meninggalkan Ha Long Bay.
Ha
Long Bay cukup menarik untuk dikunjungi. Pemandangan disana cukup indah
walaupun tidak se-spektakuler seperti yang saya bayangkan sebelumnya.
Air laut yang kurang jernih menjadi nilai minus dari tempat itu.
Seandainya saja air lautnya berwarna biru kehijauan, tentu akan menjadi
sangat indah. Yang saya paling suka dari Ha Long bay adalah atmosfir
misterius yang saya rasakan. Saya juga cukup terhibur oleh pemandangan
di goa Tien Cung Grotto yang dipenuhi oleh stalaktit dan stalakmit yang
unik yang diselimuti oleh suasana misterius.
Sebetulnya
saya masih penasaran dengan Ha Long Bay. Saya kurang puas, karena hanya
mengunjungi 1/3 dari seluruh Ha Long Bay. Saya yakin masih banyak
tempat-tempat yang menarik disana yang belum sempat kami kunjungi.
Walaupun demikian, saya bersyukur akhirnya bisa mengunjungi tempat yang
termasuk dalam nominasi New 7 Wonders itu. Mungkin suatu hari nanti saya akan kembali kesana dan menjelajahi tempat itu lebih jauh lagi.
Ha Long Bay - Vietnam |
Perjalanan
pulang kami sama persis dengan perjalan kami berangkat. Melewati rute
yang sama, dan tentu saja membosankan. Kami juga sempat berhenti di
sebuah toko, persis seperti perjalan kami berangkat, walaupun tokonya
tidak sama, tapi apa yang dijual disana sama persis. Setelah kurang
lebih empat jam lamanya, akhirnya perjalanan yang membosankan itu
berakhir dan kami tiba di hostel.
Setibanya di hostel, kami langsung mendatangi staff disana dan menginformasikan bahwa kami akan check out
dari tempat itu sekitar pukul 03.30 karena kami harus mengejar pesawat
ke Ho Chi Minh yang dijadwalkan terbang pada pukul 06.30. Tidak lupa
kami menanyakan transportasi yang bisa membawa kami ke bandara. Setelah
terjadi tawar menawar akhirnya kami sepakat untuk dipesankan taxi dengan
harga 250.000 VND. Cukup mahal, tapi kami memang tidak mempunyai banyak
pilihan saat itu. Kami juga segera membayar biaya hostel dan tur ke Ha
Long Bay yang total menghabiskan 99 USD. Setelah semua urusan
administrasi selesai, kami menyempatkan diri untuk mencari makan malam
dan menikmati Hanoi untuk terakhir kalinya.
Kami
lalu mengitari jalan-jalan di sekitar hostel dan banyak menemukan
tempat makan, namun tidak ada yang menggugah selera. Sepertinya makanan
yang disajikan disana agak mengerikan untuk dimakan. Setelah
berputar-putar cukup lama, kami akhirnya memutuskan makan di sebuah cafe
yang terlihat ramai. Cafe itu bernama Puku, terletak di Cousine
St dekat hostel kami dan buka 24 jam. Pengunjung disana kebanyakan
pekerja kantoran yang baru pulang dari kantornya. Tempat itu sepertinya
adalah tempat gaul anak-anak muda di Hanoi.
Menu dari cafe itu
kebanyakan adalah makanan-makanan Eropa modern dan bahkan tidak
menyajikan makanan khas Vietnam. Karena waktu sudah semakin malam, kami
tidak ingin berlama-lama disana. Kami segera memesan makanan dan menu
yang kami pilih adalah mass and bangers. Itu adalah sejenis
kentang tumbuk yang diberi saus dan disertai dengan dua buah sosis
panggang. Rasanya cukup enak dan mengenyangkan. Setelah menghabiskan
makanan, kami tidak ingin membuang waktu karena pada saat itu sudah
menunjukan pukul 10.30. Mengingat subuh kami harus berangkat ke bandara,
maka kami segera kembali ke hostel untuk beristirahat dan mengakhiri
segala rangkaian petualangan kami pada hari yang ketiga.
Day three is over! It was great day with new great experience! Ha Long Bay is a beauty mixed with mistery!!
Day 4
Bunyi
suara alarm yang saya pasang berdering keras sekitar pukul 03.00 pagi.
Berat sekali rasanya untuk bangun dan mata seakan tak mau membuka.
Dengan nyawa yang baru terkumpul setengah, saya mematikan alarm, bangkit
dari tempat tidur, menuju kamar mandi dan setelah itu mengemas
barang-barang bawaan saya.
Kami
bangun pagi-pagi untuk mengejar penerbangan pesawat ke Ho Chi Minh yang
dijadwalkan pada pukul 06.30. Setelah selesai berkemas dan memastikan
tidak ada barang-barang yang tertinggal, kami segera menuju ke lobby
hostel dimana supir taxi yang kami pesan telah siap menunggu. Kemudian
kami chek out dari Koto Hostel serta berpamitan dengan seluruh staff
disana yang telah banyak membantu selama kami berada di Hanoi. Setelah
itu kami segera masuk ke taxi dan menuju bandara Noi Bai, Hanoi. Itulah
saat-saat terkahir kami di kota Hanoi dan sekaligus menjadi awal
petulangan kami pada hari yang keempat.
Cukup
berat bagi kami untuk meninggalkan Hanoi, karena kami mulai jatuh hati
dengan kota itu walaupun kami hanya menjelajahinya lebih dari satu hari.
Bagi saya Hanoi adalah tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Kota yang unik penuh dengan kemeriahan serta pesona yang menggoda.
Rasanya saya masih ingin berlama-lama disana.
Perjalanan
dari hostel menuju bandara Noi Bai membutuhkan lebih dari satu jam
perjalanan. Kami tiba di bandara sekitar pukul 05.00. Pada saat itu
bandara sudah cukup ramai. Kami segera check in dan mengurus
semua administrasi dan segala keperluan yang berkaitan dengan
penerbangan. Tidak ada hambatan dalam proses itu, sekitar pukul 06.00
kami boarding dan memasuki pesawat beberapa menit kemudian. Sesuai
jadwal, pesawat terbang pada pukul 06.30 dan kami segera melanjutkan
tidur kami.
Persawat yang kami tumpangi cukup nyaman, dan sarapan yang diberikan cukup lezat. Sepotong omelet yang cukup tebal ditambah kentang rebus dan segelas orange juice adalah menu sarapan kami pagi itu. Setelah sarapan, saya melanjutkan tidur dan tak lama kemudian sekitar pukul 08.30 pesawat mendarat dengan selamat di bandara Tan Son Nhat, Ho Chi Minh.
Untuk kedua kalinya dalam empat hari kami ada disana. Tidak ingin mengulangi kesalahan kami pada hari yang pertama, kami langsung berusaha mencari peta. Ternyata mencari peta di bandara pada saat itu seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Hampir semua tempat di bandara kami singgahi dan tidak menemukan apa yang dicari. Tak ingin berlama-lama di bandara, kami memutuskan untuk segera keluar dari sana dan mencari bus yang menuju ke Ben Tanh Market. Ketika kami keluar dari pintu bandara, banyak sekali supir taxi yang menawarkan jasanya. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang mengatakan jika tidak ada bus yang beroperasi.
Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, karena saat itu masih pagi dan saya yakin ada bus yang beroperasi. Kami mengacuhkan tawaran dari supir-supir taxi itu dan berjalan keluar mencari bus. Lagi-lagi bertanya di Vietnam bukan hal mudah. Sering kali kami bertanya namun banyak yang tidak mengerti bahasa Inggris. Sampai akhirnya saya menemukan seorang tukang parkir wanita dan bertanya " Do you know where we can take a bus to Ben Tanh Market? " Tukang parkir itu menjawab " Go outside,and then turn right,wait near gas station and took bus number 152. " Mendengar petunjuk itu, kami segera berjalan keluar, dan menuju ke pom bensin yang dekat dari situ. Tak lama kemudian bus 152 yang kami tunggu datang. Kami segera masuk ke bus dan membayar ongkosnya. Tarif normal bus ini adalah 4000 VND per orang, tapi karena membawa ransel yang cukup besar, kami diharuskan membayar dua kali lipat dari tarif normal.
Cuaca Ho Chi Minh pada saat itu cukup panas dan lalu lintas cukup padat. Hal ini kembali mengingatkan saya pada Jakarta. Jalan-jalan disana tetap didominasi oleh sepeda motor, walaupun tidak seheboh seperti hari pertama. Disana saya jarang menemukan gedung-gedung pencakar langit seperti di Jakarta. Kebanyakan bangunan disana adalah semacam ruko yang sempit namun berdiri tegak dengan empat atau lima lantai. Mall atau pusat perbelanjaan jarang saya temukan disana. Walaupun ada, tapi sangat sedikit tidak seperti di Jakarta dimana hampir di setiap sudut kota tersedia.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, kami tiba di terminal di depan Ben Tanh Market. Kami segera turun dari bus dan berjalan menuju pasar Ben Tanh. Kami sudah sempat mengunjungi Ben Tanh pada hari yang pertama. Namun pada saat itu pasar sudah tutup, dan yang ada adalah pasar malam disampingnya. Kami memasuki pasar itu dan melihat apa yang ada didalamnya. Pasar itu cukup besar dan banyak sekali yang diperdagangkan disana. Dari pakaian, cindera mata, tas, sepatu, kerajinan tangan hingga makanan semuanya ada disana. Suasananya mirip dengan suasana pasar-pasar tradisional di Jakarta seperti Tanah Abang atau Blok M.
Sebenarnya tujuan kami siang itu bukan kesana. Siang itu kami berencana untuk menjelajahi Ho Chi Minh dan mengunjungi tempat-tempat wisata disana seperti City Hall, Notre Damme Basilica, Post Office dan dan Reunification Palace. Baru setelah itu, kami berencana untuk menghabiskan sisa uang kami untuk berbelanja di Ben Tanh. Tak ingin berlama-lama disana, kami segera keluar dari pasar dan segera mencari informasi tentang tempat-tempat yang ingin kami tuju.
Dengan menggendong tas yang cukup berat, kami berpikir untuk menitipkan tas kami di suatu tempat sebelum kami menjelajahi tempat-tempat yang ingin kami tuju. Tempat pertama yang terpikir dalam benak saya tentu saja Saigon Backpaker's Hotel di Pham Ngu Lao yang kami kunjungi pada hari pertama kami di Vietnam. Walaupun sudah pernah kesana, tapi bodohnya kami tidak ingat lewat jalan mana. Yang kami tahu dengan pasti bahwa tempat itu tidak jauh dari Ben Tanh Market. Pada saat itu kami belum juga mendapatkan peta kota Ho Chi Minh yang membuat kami cukup bingung harus berjalan kemana. Dan untuk kesekian kalinya kami mengalami kesulitan dalam hal bertanya.
Tiba-tiba saya teringat dengan kartu yang diberikan oleh staff hotel di Saigon Backpacker pada hari yang pertama. Saya mengeluarkan dompet saya dan menemukan kartu itu. Di kartu itu tertulis dengan lengkap dan jelas alamat dimana hotel itu berada. Kemudian saya menghampiri salah seorang yang ada disana, bertanya dan menunjukan kartu itu. Orang itu menganggukan kepalanya sebagai tanda kalau dia tahu alamat tersebut. Dia menunjukan arahnya dan ternyata memang betul jalan yang kami tuju tidak jauh dengan Ben Tanh dan terletak dengan taman kota yang ada disana.
Akhirnya kami menemukan jalan Pham Ngu Lao dan menelusuri jalan itu. Tak lama kemudian kami tiba di Saigon Backpacker Hotel dan segera bertanya kepada staff hotel disana. "Can we drop our bag here while we walking arround the city? " tanya kami kepada staff hotel itu. Dengan ramah ia menjawab " Sure, just drop here and we will look after your bags. " "How much do we have to pay? " Tanya saya kepada staff hotel itu. " You don't have to pay for this, no worry " jawabnya dengan penuh senyum. Wow! this hotel rawks!! Sudah dua kali mereka menolong kami dan kami tidak perlu membayar sepeser pun untuk kebaikan yang mereka berikan. Mereka sangat-sangat membantu kami. Hotel ini adalah surga bagi budget traveller seperti kami.
Berdasarkan apa yang telah kami lihat dan kami rasakan sebelumnya di tempat itu, kami tidak khawatir menitipkan barang kami disana. Kami melihat banyak juga tas-tas lain yang dititipkan. Kami juga melihat keakraban dan keramahan mereka terhadap semua turis. Kami sangat yakin bahwa hotel itu dapat dipercaya dan aman walaupun kami tidak perlu membayar sepeser pun untuk menitipkan tas. Setelah menaruh tas kami, kami segera melanjutkan petualangan kami. Tidak lupa kami meminta peta kota Ho Chi Minh pada staff hotel dan akhirnya kami mendapatkannya.
Sebelum berjalan, kami bertanya kembali kepada staff hotel dimana tempat makan yang enak karena pada waktu itu sudah waktunya makan siang dan kami sudah mulai lapar. Staff itu merekomendasikan sebuah kedai Pho tak jauh dari sana. Kami pun mengikuti sarannya dan menuju kesana. Letaknya tidak jauh dan hanya 5 menit berjalan kaki dari hotel. Tempat itu bernama Pho Qu'inh. Pho di kedai itu cukup enak dan murah. Untuk semangkok Pho with beef kami hanya harus membayar 50.000 VND atau sekitar IDR 25.000. Porsinya cukup besar walaupun tidak sebesar Pho 24 yang kami santap di Hanoi. Rasanya tidak mengecewakan dan cukup enak. Tapi menurut saya Pho di Pho 24 masih lebih enak jika dibandingkan dengan Pho Qu'inh. Setelah menghabiskan makan siang, kami melanjutkan petualangan kami dan tujuan kami adalah City Hall.
Berdasarkan peta yang kami miliki, City Hall terletak di jalan Nguyen Hue dan untuk mencapai kesana kami harus melewati jalan Le Loi yang berada di dekat Ben Tanh Market. Kami mulai berjalan dari Pham Ngu Lao menuju Ben Tanh, dan kemudian menelusuri jalan Le Loi sesuai pertunjuk pada peta. Jalan Le loi cukup menarik. Banyak brand fashion ternama yang membuka tokonya disini. Sebut saja Gucci, Luis Vitton, Channel dan laiin-lain ada disana dan tokonya sangat besar. Setelah kurang lebih berjalan selama 10 menit menelusuri jalan Le Loi, kami sampai di jalan Nguyen Hue dan menemukan City Hall disana.
Bentuk bangunan dari City Hall itu seperti istana yang tidak terlalu besar. Di taman depan bangunan itu terdapat patung Ho Chi Minh. Tak banyak yang bisa kami lakukan disana selain berfoto-foto dan duduk-duduk di taman. Kami hanya menikmati bangunan dari luar dan memutuskan untuk tidak memasukinya. Kami tidak lama disana dan segera melanjutkan perjalanan.
Tak jauh dari City Hall, kami menemukan Gereja Notre Dame Basilica. Gereja katedral khas dengan arsitektur Eropa yang cukup cantik. Di depan Gereja itu ada patung Bunda Maria yang menawan. Disebelah kanan Gereja, terdapat kantor pos pusat yang sangat besar. Walaupun cukup bagus untuk dijadikan objek foto, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari tempat-tempat itu. Di Jakarta juga ada Gereja Katedral dan banyak bangunan serupa namun saya tidak pernah tertarik untuk mengunjunginya. Tapi entah kenapa bangunan-bangunan seperti itu mempunyai daya tarik yang cukup tinggi jika berada di negara lain.
Karena cuaca panas, kami memutuskan untuk berteduh sebentar dan masuk ke dalam kantor pos. Kantor Pos itu cukup menarik. Walaupun menjadi salah satu objek wisata tapi aktivitas di kantor itu terlihat cukup sibuk. Terlihat masih banyak orang yang mengirimkan surat dan kartu pos. Untuk ukuran kantor pos, tempat itu sangat nyaman. Walaupun bangunannya sudah agak kuno namun tempatnya sangat terawat dan bersih.
Dari kantor pos, perjalanan kami lanjutkan menuju Reunification Palace. Tempatnya tidak jauh dan hanya berjalan sekitar 5 menit dari sana. Dalam perjalanan menunju ke sana kami melewati sebuah taman kota yang besar yang didalamnya tumbuh pohon pohon hijau yang rimbun. Walaupun termasuk kota besar tapi disana masih banyak terdapat taman kota untuk sekedar duduk-duduk santai dan berteduh. Hal yang jarang saya dapati di Jakarta.
Kami hanya memandangi Reunification Palace dari kejauhan sambil duduk di taman. Kami tidak masuk ke sana karena menurut kami tidak ada yang istimewa dari tempat itu. Kami malah lebih menikmati taman kota yang ada di depannya. Ketika sedang duduk di taman, ada seorang tukang cyclo (sejenis becak) yang menghampiri kami dan menawarkan tur keliling kota. Kami menolaknya karena kami merasa sudah menjelajahi kota cukup luas. Akhirnya kami minta kepadanya agar mengantar kami ke Ben Tanh. Setelah terjadi tawar menawar harga akhirnya dia setuju dibayar dengan harga 20.000 VND.
Kami naik cyclo menuju Ben Tanh. Kendaraan ini cukup kecil dan kurang nyaman untuk dinaiki berdua dan sepertinya memang tidak didesain untuk dua orang. Menurut saya, naik becak jauh lebih nyaman. Sekitar 10 menit perjalanan kami sampai di Ben Tanh dan melanjutkan kegiatan kami yaitu bebelanja.
Kami mulai berburu di kios-kios yang terdapat di dalam pasar itu. Setiap kami berjalan, para pedagang langsung menyambut kami dengan gaya mereka masing-masing. Ada yang sopan dan ramah tapi banyak juga yang langsung menarik lengan kami dan cenderung agak kasar. Setiap kami melangkah hampir semua para pedagang akan menyambut kami dengan kalimat " Hallo Sir/Miss what are you looking for? " Ada juga diantara pedagang yang mengenali kami berasal dari Indonesia dan bisa sedikit berbahasa Indonesia dan Melayu. Setelah cukup lama disana berputar putar untuk mencari oleh-oleh dan souvenir, akhirnya kami mendapatkannya. Tidak banyak yang kami beli, kami hanya membeli lima buah kaos bermotifkan gambar-gambar khas Vietnam dan sebuah dompet. Untuk semua itu kami menghabiskan sekitar 450.000 VND atau sekitar IDR 225.000.
Setelah mendapatkan barang-barang buruan, kami memutuskan untuk kembali ke hotel mengambil tas kami dan berkemas-kemas karena waktu sudah semakin sore dan kami harus berada di bandara sebelum jam 20.30 untuk mengejar penerbangan ke Jakarta. Merasa sudah cukup paham dengan jalanan di sekitar Ben Tanh, dengan percaya diri kami berjalan tanpa melihat peta terlebih dahulu. Makin jauh kami melangkah, kami mulai menyadari kalau kami salah jalan. Ternyata kami berada di jalan Tran Hung Dao dan kami sudah berada cukup jauh dari Pham Ngu Lao. Seharusnya kami bisa sampai di hotel lebih cepat, namun karena kebodohan dan ke-sok tahuan kami, akhirnya kami nyasar dan harus berputar sangat jauh. Kejadian itu menyebabkan waktu terbuang cukup banyak dan menguras energi kami.
Dengan susah payah akhirnya kami menemukan jalan Pham Ngu Lao dan sampai di hotel. Kami duduk sejenak meluruskan kaki sambil menikmati minuman ringan. Kami cukup lelah karena berjalan kaki seharian. Sambil beristirahat saya bertanya kembali kepada staff hotel. Saya menanyakan apakah mungkin kami naik bus ke bandara dan berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan. Ia bertanya balik kepada saya " What time your flight is? " Lalu saya menjelaskan kepadanya bahwa pesawat kami dijadwalkan terbang pada pukul 20.20 malam.
Staff hotel itu menyarankan jika kami ingin naik bus, sebaiknya kami berangkat pukul 17.00 sore karena pada jam itu kondisi jalanan sangat macet. Dia menyarankan kepada kami sebaiknya naik taxi saja, karena jalurnya tidak berputar-putar seperti bus dan bisa sampai lebih cepat. Mendengar dua alternatif itu, kami memilih yang pertama yaitu naik bus dengan alasan untuk berhemat. Ketika itu waktu menunjukan pukul 16.00 sore. Sesuai petunjuk dari staff hotel yang menyarankan agar kami berangkat pukul 17.00 jika ingin naik bus, maka saya langsung segera mandi dan setelah itu berkemas-kemas.
Setelah semuanya beres dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, kami berpamitan dengan semua staff hotel yang bertugas sore itu. Sekali lagi kami sangat dibantu oleh kebaikan mereka dan saya sangat berterima kasih atas kebaikan mereka. Jika suatu hari saya kembali ke Ho Chi MInh, saya akan memastikan untuk menginap di Saigon Backpacker's Hotel dan bukan di tempat yang lain. Tempat ini akan selalu berkesan di hati saya. Very recommended hotel!
Sesuai yang disarankan, kami meninggalkan hotel tepat pukul 17.00 dan menuju ke terminal bus di dekat Ben Tanh Market. Kami menunggu bus nomor 152. Terminal sangat ramai pada saat itu, mungkin karena jam pulang kantor. Tanpa banyak bertanya kami menunggu bus itu di terminal. Tak lama kemudian bus itu datang dan kami segera naik. Ketika kami ingin membayar ongkos, supir bus itu bertanya " Where are you going? " To the airport." jawab kami. Dengan gestur tubuh seperti ingin mengusir, supir itu menyuruh kami turun. " If you want to go to airport, go over there! " ujar supir itu sambil menunjuk ke arah dimana seharusnya kami menunggu.
Kami turun dari bus kemudian berjalan ke tempat yang diarahkan oleh supir bus tadi. Dan bus 152 yang kami tunggu akhirnya datang tak lama kemudian. Kami akhirnya berangkat menuju bandara dan meninggalkan kota Ho Chi Minh. Sungguh beruntung supir itu menanyakan kepada kami terlebih dahulu kemana kami ingin pergi. Jika tidak, waktu kami pasti akan terbuang cukup banyak dan mungkin akibatnya kami bisa terlambat sampai di bandara. Lagi-lagi kami ditolong oleh kebaikan orang-orang disana.
Benar apa yang dibilang oleh staff hotel, jalanan pada sore itu sangat padat dan terjadi kemacetan. Bus yang kami tumpangi jalan merayap dan harus mengalah dengan banyaknya sepeda motor yang menguasai jalanan di sana. Saya cukup khawatir dengan kondisi itu kami tidak akan sampai di bandara tepat waktu. Namun kemacetan tidak separah yang saya khawatirkan. Sekitar pukul 18.15 kami tiba di bandara Tan Son Nhat. Itulah saat-saat terakhir kami di Ho Chi MInh sekaligus menutup petualangan kami di Vietnam selama empat hari.
Walapun kami sudah berada di bandara, tapi secara teknis kami masih berada di Ho Chi Minh dan kisah kami disana belum berakhir. Sesampainya di bandara, kami segera masuk dan mencari counter check in. Karena kami tidak melakukan web check in, akibatnya kami harus mengantri dan menunggu lama. Lamanya proses check in juga disebabkan oleh pihak maskapai penerbangan yang hanya membuka tiga counter, dua untuk umum dan satu untuk web check in. Selain itu sepertinya ada sebuah rombongan besar yang terdiri dari banyak orang dan sepertinya cukup merepotkan staff maskapai penerbangan yang bertugas.
Kami harus berdiri di antrian selama satu jam lebih sebelum akhirnya kami check in dan mendapatkan boarding pass. Segera setelah mendapatkan boarding pass, kami menuju imigrasi untk pengecekan paspor dan dokumen lainnya. Dengan tertib kami mengantri dan menunggu giliran. Tak lama kemudian tiba giliran pacar saya dipanggil. Pada saat itulah drama yang cukup menegangkan dimulai. Awalnya semua terlihat lancar, pengecekan paspor dilakukan seperti biasa. Namun tiba-tiba petugas imigrasi yang mengecek paspor pacar saya terlihat kebingungan dan mulai clingak - clinguk mencari rekan kerjanya. Ia lalu bertanya kepada rekan kerjanya yang berada di meja sebelah, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
Sepertinya ada masalah pada paspor pacar saya. Karena sudah mulai lama akhirnya petugas itu menyuruh pacar saya agar menunggu didekat biliknya, dan memanggil saya yang berada di antrian paling depan untuk maju. Pengecekan paspor saya berlangsung cepat, lancar dan tak ada hambatan yang berarti. Setelah itu seorang petugas imigrasi lainnya terlihat berjalan menghampiri bilik petugas itu. Sepertinya dia adalah atasan atau seniornya. Mereka lalu berdiskusi dan akhirnya si petugas senior itu menyuruh pacar saya untuk mengikutinya berjalan ke kantornya.
Pacar saya akhirnya masuk ke ruangannya yang tertutup dan tidak terlihat dari posisi saya. Setelah hampir 15 menit berlalu, pacar saya belum keluar dari ruangan itu. Perasaan saya mulai tak karuan. Saya sangat cemas dan khawatir. Tak lama kemudian, pacar saya keluar dari ruangan itu dengan wajah muram dan bilang kepada saya bahwa proses pengecekan belum selesai. Menurut pacar saya ia dipanggil karena data kedatangannya tidak tercatat di sistem. Padahal pada waktu kedatangan paspor sudah di cap dan dia diizinkan masuk Vietnam dan seharusnya sudah pasti tercatat di sistem.
Kemudian pacar saya kembali dipanggil masuk. Kecemasan saya bertambah dan mulai berpikiran macam-macam. Saya mulai gelisah, sangat khawatir bakal terjadi sesuatu dengan dia. Perasaan saya makin tidak karuan setelah melihat jam yang sudah menunjukan pukul 19.50 dimana kami diharuskan boarding pada pukul 20.00. Mulai timbul suara-suara kecemasan dalam kepala saya " Waduh, gimana ini nasib pacar saya jika harus ditahan disana? kok bisa-bisanya datanya tidak ada di sistem? apa yang harus saya lakukan? apa mungkin saya pulang dan dia tidak? Jangan-jangan dia dijebak seperti acara banged up ubroad, jangan jangan...jangan jangan...arrggh this is can't be happening.."
Suara-suara seperti itu mulai memenuhi kepala saya dan cukup membuat stress. Akibatnya badan saya agak lemas, sangat tidak bergairah dan bersemangat. Saya mulai panik dan gelisah ketika waktu sudah menunjukan pukul 19.59. Itu berarti waktu boarding sudah semakin dekat tapi pacar saya belum juga keluar. Saya tidak percaya hal itu bisa terjadi. Terlintas di benak saya liburan yang menyenangkan ini harus berakhir dengan antiklimaks.
" Oh God please don't let something bad happen. " Begitulah kira-kira doa saya malam itu, karena tidak ada yang bisa saya lakukan selain berdoa dan menunggu. Tak lama kemudian pacar saya dan petugas imigrasi itu keluar ruangan dan berjalan menuju bilik pemeriksaan untuk kembali melakukan pengecekan. Kedua petugas itu lalu berdiskusi cukup panjang dan sepertinya masalahnya belum dapat dipecahkan. Mereka kemudian mengecek ulang dan setelah cukup lama membuat jantung saya berdebar, otak berputar, dan badan lemas akhirnya petugas itu mengecap paspor pacar saya dan memperbolehkannya lewat. Thank God!
Akhirnya drama yang cukup menegangkan itu berakhir. Hal yang ingin saya lakukan setelah itu hanyalah segera boarding dan duduk manis di pesawat. Namun pacar saya punya pikiran lain dan ia masih sempat mampir ke sebuah kantin makanan untuk makan sekaligus menghabiskan sisa Vietnam Dong yang kami miliki. Saat itu saya tidak punya nafsu makan sedikit pun. Saya pun heran melihat dia dengan tenangnya masih bisa makan, dan cukup santai setelah apa yang terjadi sebelumnya dan waktu keberangkatan sudah semakin dekat.
Saya hanya bisa terdiam dan tak mampu berkata-kata melihat pacar saya makan. Saya kembali gelisah dan mulai sedikit tidak sabar. Akan sangat konyol dan tolol jika kami ketinggalan pesawat hanya gara-gara mampir sebentar untuk makan setelah apa yang kami lalui. Untungnya hal itu tidak terjadi, setelah menghabiskan makanan dengan cepat, kami segera bergegas ke pintu boarding dan kami tiba tepat waktu. Pintu boarding baru dibuka dan kami langsung merapat kesana dan segera masuk. Perasaan saya lega luar biasa karena setelah apa yang kami lalui akhirnya kami bisa masuk ke pesawat tepat waktu. Kami akhirnya terbang meninggalkan Ho Chi Minh menuju kembali ke Jakarta. Setelah kurang lebih tiga jam perjalanan akhirnya kami mendarat di Jakarta dengan selamat. Thank God!
Itulah akhir dari petualangan kami pada hari yang keempat sekaligus menjadi penutup rangkaian petualangan kami selama empat hari di Vietnam.
Ho Chi Minh cukup bersahabat dengan kami. Di Kota itu kami banyak ditolong oleh kemurahan dan kebaikan orang-orang disana terutama para staff Saigon Backpacker's hotel dan supir bus serta orang-orang di jalanan yang sering kami tanyai. Menurut saya kota ini cukup menarik walaupun tidak terlalu istimewa. Tidak ada tempat-tempat istimewa yang berkesan bagi saya. Yang paling berkesan buat saya adalah hiruk pikuk lalu-lintas dan banyaknya sepeda motor yang menguasai jalanan disana. Hal yang paling saya nikmati disana adalah saat-saat kami nyasar dan berkomunikasi dengan orang-orang disana yang jarang bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Ho Chi Minh! Nice to know you! It was fun to get lost inside you! :)
Outro
Banyak pengalaman baru yang saya dapatkan selama empat hari di Vietnam. Negara itu cukup seru untuk dikunjungi. Hal yang cukup berkesan buat saya adalah semerawutnya lalu lintas yang dikuasai oleh sepeda motor (terutama di Ho Chi Minh), kabel listrik yang seperti benang kusut, lezatnya Pho, cantiknya Hanoi, dan misteriusnya Ha Long Bay. Saya juga tidak akan pernah lupa dengan kebaikan dari semua staff di Saigon Backpacker's Hotel di Ho Chi Minh. Saya juga akan selalu ingat dengan jahatnya supir taxi di Hanoi yang mengerjai kami.
Dari semua tempat yang saya kunjungi disana, Hanoi adalah kota favorit saya dan Hoan Kiem Lake menjadi tempat kesukaan saya. Ha Long Bay cukup indah namun tidak seindah seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Airnya kotor dan tidak sejernih yang saya pikirkan. Ho Chi Minh cukup unik namun menurut saya tidak ada yang istimewa disana.
Selalu menyenangkan bisa mengunjungi negara lain yang punya banyak perbedaan dengan negara kita. Selalu menyenangkan bisa melihat tempat-tempat baru yang belum pernah dilihat sebelumnya. Selalu mengasyikan bisa berbicara dengan orang asing yang bahasanya tidak kita mengerti. Dan akan selalu menyenangkan tersesat di negeri orang tanpa peta, tanpa petunjuk arah dan hanya mengikuti kemana angin berhembus :)
It was great Holiday! Thank God! :)
Pengalaman baru ini akan menambah kecanduan saya akan jalan-jalan. Pengalaman baru ini akan membuat saya semakin haus akan tempat-tempat baru yang ingin dikunjungi. Mudah-mudahan suatu hari nanti saya bisa pergi ke banyak tempat yang indah dan membagikan cerita saya disana :)
It's always fun to go for a while to a strange and distant land where people speak language that we don't understand. It's always fun to get lost in the city without a map and directions and just going where the wind blows.
Salam,
Rifel
Pecandu Jalan-Jalan
Persawat yang kami tumpangi cukup nyaman, dan sarapan yang diberikan cukup lezat. Sepotong omelet yang cukup tebal ditambah kentang rebus dan segelas orange juice adalah menu sarapan kami pagi itu. Setelah sarapan, saya melanjutkan tidur dan tak lama kemudian sekitar pukul 08.30 pesawat mendarat dengan selamat di bandara Tan Son Nhat, Ho Chi Minh.
Untuk kedua kalinya dalam empat hari kami ada disana. Tidak ingin mengulangi kesalahan kami pada hari yang pertama, kami langsung berusaha mencari peta. Ternyata mencari peta di bandara pada saat itu seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Hampir semua tempat di bandara kami singgahi dan tidak menemukan apa yang dicari. Tak ingin berlama-lama di bandara, kami memutuskan untuk segera keluar dari sana dan mencari bus yang menuju ke Ben Tanh Market. Ketika kami keluar dari pintu bandara, banyak sekali supir taxi yang menawarkan jasanya. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang mengatakan jika tidak ada bus yang beroperasi.
Saya tidak percaya dengan apa yang mereka katakan, karena saat itu masih pagi dan saya yakin ada bus yang beroperasi. Kami mengacuhkan tawaran dari supir-supir taxi itu dan berjalan keluar mencari bus. Lagi-lagi bertanya di Vietnam bukan hal mudah. Sering kali kami bertanya namun banyak yang tidak mengerti bahasa Inggris. Sampai akhirnya saya menemukan seorang tukang parkir wanita dan bertanya " Do you know where we can take a bus to Ben Tanh Market? " Tukang parkir itu menjawab " Go outside,and then turn right,wait near gas station and took bus number 152. " Mendengar petunjuk itu, kami segera berjalan keluar, dan menuju ke pom bensin yang dekat dari situ. Tak lama kemudian bus 152 yang kami tunggu datang. Kami segera masuk ke bus dan membayar ongkosnya. Tarif normal bus ini adalah 4000 VND per orang, tapi karena membawa ransel yang cukup besar, kami diharuskan membayar dua kali lipat dari tarif normal.
Cuaca Ho Chi Minh pada saat itu cukup panas dan lalu lintas cukup padat. Hal ini kembali mengingatkan saya pada Jakarta. Jalan-jalan disana tetap didominasi oleh sepeda motor, walaupun tidak seheboh seperti hari pertama. Disana saya jarang menemukan gedung-gedung pencakar langit seperti di Jakarta. Kebanyakan bangunan disana adalah semacam ruko yang sempit namun berdiri tegak dengan empat atau lima lantai. Mall atau pusat perbelanjaan jarang saya temukan disana. Walaupun ada, tapi sangat sedikit tidak seperti di Jakarta dimana hampir di setiap sudut kota tersedia.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, kami tiba di terminal di depan Ben Tanh Market. Kami segera turun dari bus dan berjalan menuju pasar Ben Tanh. Kami sudah sempat mengunjungi Ben Tanh pada hari yang pertama. Namun pada saat itu pasar sudah tutup, dan yang ada adalah pasar malam disampingnya. Kami memasuki pasar itu dan melihat apa yang ada didalamnya. Pasar itu cukup besar dan banyak sekali yang diperdagangkan disana. Dari pakaian, cindera mata, tas, sepatu, kerajinan tangan hingga makanan semuanya ada disana. Suasananya mirip dengan suasana pasar-pasar tradisional di Jakarta seperti Tanah Abang atau Blok M.
Sebenarnya tujuan kami siang itu bukan kesana. Siang itu kami berencana untuk menjelajahi Ho Chi Minh dan mengunjungi tempat-tempat wisata disana seperti City Hall, Notre Damme Basilica, Post Office dan dan Reunification Palace. Baru setelah itu, kami berencana untuk menghabiskan sisa uang kami untuk berbelanja di Ben Tanh. Tak ingin berlama-lama disana, kami segera keluar dari pasar dan segera mencari informasi tentang tempat-tempat yang ingin kami tuju.
Dengan menggendong tas yang cukup berat, kami berpikir untuk menitipkan tas kami di suatu tempat sebelum kami menjelajahi tempat-tempat yang ingin kami tuju. Tempat pertama yang terpikir dalam benak saya tentu saja Saigon Backpaker's Hotel di Pham Ngu Lao yang kami kunjungi pada hari pertama kami di Vietnam. Walaupun sudah pernah kesana, tapi bodohnya kami tidak ingat lewat jalan mana. Yang kami tahu dengan pasti bahwa tempat itu tidak jauh dari Ben Tanh Market. Pada saat itu kami belum juga mendapatkan peta kota Ho Chi Minh yang membuat kami cukup bingung harus berjalan kemana. Dan untuk kesekian kalinya kami mengalami kesulitan dalam hal bertanya.
Tiba-tiba saya teringat dengan kartu yang diberikan oleh staff hotel di Saigon Backpacker pada hari yang pertama. Saya mengeluarkan dompet saya dan menemukan kartu itu. Di kartu itu tertulis dengan lengkap dan jelas alamat dimana hotel itu berada. Kemudian saya menghampiri salah seorang yang ada disana, bertanya dan menunjukan kartu itu. Orang itu menganggukan kepalanya sebagai tanda kalau dia tahu alamat tersebut. Dia menunjukan arahnya dan ternyata memang betul jalan yang kami tuju tidak jauh dengan Ben Tanh dan terletak dengan taman kota yang ada disana.
Akhirnya kami menemukan jalan Pham Ngu Lao dan menelusuri jalan itu. Tak lama kemudian kami tiba di Saigon Backpacker Hotel dan segera bertanya kepada staff hotel disana. "Can we drop our bag here while we walking arround the city? " tanya kami kepada staff hotel itu. Dengan ramah ia menjawab " Sure, just drop here and we will look after your bags. " "How much do we have to pay? " Tanya saya kepada staff hotel itu. " You don't have to pay for this, no worry " jawabnya dengan penuh senyum. Wow! this hotel rawks!! Sudah dua kali mereka menolong kami dan kami tidak perlu membayar sepeser pun untuk kebaikan yang mereka berikan. Mereka sangat-sangat membantu kami. Hotel ini adalah surga bagi budget traveller seperti kami.
Berdasarkan apa yang telah kami lihat dan kami rasakan sebelumnya di tempat itu, kami tidak khawatir menitipkan barang kami disana. Kami melihat banyak juga tas-tas lain yang dititipkan. Kami juga melihat keakraban dan keramahan mereka terhadap semua turis. Kami sangat yakin bahwa hotel itu dapat dipercaya dan aman walaupun kami tidak perlu membayar sepeser pun untuk menitipkan tas. Setelah menaruh tas kami, kami segera melanjutkan petualangan kami. Tidak lupa kami meminta peta kota Ho Chi Minh pada staff hotel dan akhirnya kami mendapatkannya.
Sebelum berjalan, kami bertanya kembali kepada staff hotel dimana tempat makan yang enak karena pada waktu itu sudah waktunya makan siang dan kami sudah mulai lapar. Staff itu merekomendasikan sebuah kedai Pho tak jauh dari sana. Kami pun mengikuti sarannya dan menuju kesana. Letaknya tidak jauh dan hanya 5 menit berjalan kaki dari hotel. Tempat itu bernama Pho Qu'inh. Pho di kedai itu cukup enak dan murah. Untuk semangkok Pho with beef kami hanya harus membayar 50.000 VND atau sekitar IDR 25.000. Porsinya cukup besar walaupun tidak sebesar Pho 24 yang kami santap di Hanoi. Rasanya tidak mengecewakan dan cukup enak. Tapi menurut saya Pho di Pho 24 masih lebih enak jika dibandingkan dengan Pho Qu'inh. Setelah menghabiskan makan siang, kami melanjutkan petualangan kami dan tujuan kami adalah City Hall.
Berdasarkan peta yang kami miliki, City Hall terletak di jalan Nguyen Hue dan untuk mencapai kesana kami harus melewati jalan Le Loi yang berada di dekat Ben Tanh Market. Kami mulai berjalan dari Pham Ngu Lao menuju Ben Tanh, dan kemudian menelusuri jalan Le Loi sesuai pertunjuk pada peta. Jalan Le loi cukup menarik. Banyak brand fashion ternama yang membuka tokonya disini. Sebut saja Gucci, Luis Vitton, Channel dan laiin-lain ada disana dan tokonya sangat besar. Setelah kurang lebih berjalan selama 10 menit menelusuri jalan Le Loi, kami sampai di jalan Nguyen Hue dan menemukan City Hall disana.
Bentuk bangunan dari City Hall itu seperti istana yang tidak terlalu besar. Di taman depan bangunan itu terdapat patung Ho Chi Minh. Tak banyak yang bisa kami lakukan disana selain berfoto-foto dan duduk-duduk di taman. Kami hanya menikmati bangunan dari luar dan memutuskan untuk tidak memasukinya. Kami tidak lama disana dan segera melanjutkan perjalanan.
Tak jauh dari City Hall, kami menemukan Gereja Notre Dame Basilica. Gereja katedral khas dengan arsitektur Eropa yang cukup cantik. Di depan Gereja itu ada patung Bunda Maria yang menawan. Disebelah kanan Gereja, terdapat kantor pos pusat yang sangat besar. Walaupun cukup bagus untuk dijadikan objek foto, sebenarnya tidak ada yang istimewa dari tempat-tempat itu. Di Jakarta juga ada Gereja Katedral dan banyak bangunan serupa namun saya tidak pernah tertarik untuk mengunjunginya. Tapi entah kenapa bangunan-bangunan seperti itu mempunyai daya tarik yang cukup tinggi jika berada di negara lain.
Karena cuaca panas, kami memutuskan untuk berteduh sebentar dan masuk ke dalam kantor pos. Kantor Pos itu cukup menarik. Walaupun menjadi salah satu objek wisata tapi aktivitas di kantor itu terlihat cukup sibuk. Terlihat masih banyak orang yang mengirimkan surat dan kartu pos. Untuk ukuran kantor pos, tempat itu sangat nyaman. Walaupun bangunannya sudah agak kuno namun tempatnya sangat terawat dan bersih.
Dari kantor pos, perjalanan kami lanjutkan menuju Reunification Palace. Tempatnya tidak jauh dan hanya berjalan sekitar 5 menit dari sana. Dalam perjalanan menunju ke sana kami melewati sebuah taman kota yang besar yang didalamnya tumbuh pohon pohon hijau yang rimbun. Walaupun termasuk kota besar tapi disana masih banyak terdapat taman kota untuk sekedar duduk-duduk santai dan berteduh. Hal yang jarang saya dapati di Jakarta.
Kami hanya memandangi Reunification Palace dari kejauhan sambil duduk di taman. Kami tidak masuk ke sana karena menurut kami tidak ada yang istimewa dari tempat itu. Kami malah lebih menikmati taman kota yang ada di depannya. Ketika sedang duduk di taman, ada seorang tukang cyclo (sejenis becak) yang menghampiri kami dan menawarkan tur keliling kota. Kami menolaknya karena kami merasa sudah menjelajahi kota cukup luas. Akhirnya kami minta kepadanya agar mengantar kami ke Ben Tanh. Setelah terjadi tawar menawar harga akhirnya dia setuju dibayar dengan harga 20.000 VND.
Kami naik cyclo menuju Ben Tanh. Kendaraan ini cukup kecil dan kurang nyaman untuk dinaiki berdua dan sepertinya memang tidak didesain untuk dua orang. Menurut saya, naik becak jauh lebih nyaman. Sekitar 10 menit perjalanan kami sampai di Ben Tanh dan melanjutkan kegiatan kami yaitu bebelanja.
Kami mulai berburu di kios-kios yang terdapat di dalam pasar itu. Setiap kami berjalan, para pedagang langsung menyambut kami dengan gaya mereka masing-masing. Ada yang sopan dan ramah tapi banyak juga yang langsung menarik lengan kami dan cenderung agak kasar. Setiap kami melangkah hampir semua para pedagang akan menyambut kami dengan kalimat " Hallo Sir/Miss what are you looking for? " Ada juga diantara pedagang yang mengenali kami berasal dari Indonesia dan bisa sedikit berbahasa Indonesia dan Melayu. Setelah cukup lama disana berputar putar untuk mencari oleh-oleh dan souvenir, akhirnya kami mendapatkannya. Tidak banyak yang kami beli, kami hanya membeli lima buah kaos bermotifkan gambar-gambar khas Vietnam dan sebuah dompet. Untuk semua itu kami menghabiskan sekitar 450.000 VND atau sekitar IDR 225.000.
Setelah mendapatkan barang-barang buruan, kami memutuskan untuk kembali ke hotel mengambil tas kami dan berkemas-kemas karena waktu sudah semakin sore dan kami harus berada di bandara sebelum jam 20.30 untuk mengejar penerbangan ke Jakarta. Merasa sudah cukup paham dengan jalanan di sekitar Ben Tanh, dengan percaya diri kami berjalan tanpa melihat peta terlebih dahulu. Makin jauh kami melangkah, kami mulai menyadari kalau kami salah jalan. Ternyata kami berada di jalan Tran Hung Dao dan kami sudah berada cukup jauh dari Pham Ngu Lao. Seharusnya kami bisa sampai di hotel lebih cepat, namun karena kebodohan dan ke-sok tahuan kami, akhirnya kami nyasar dan harus berputar sangat jauh. Kejadian itu menyebabkan waktu terbuang cukup banyak dan menguras energi kami.
Dengan susah payah akhirnya kami menemukan jalan Pham Ngu Lao dan sampai di hotel. Kami duduk sejenak meluruskan kaki sambil menikmati minuman ringan. Kami cukup lelah karena berjalan kaki seharian. Sambil beristirahat saya bertanya kembali kepada staff hotel. Saya menanyakan apakah mungkin kami naik bus ke bandara dan berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan. Ia bertanya balik kepada saya " What time your flight is? " Lalu saya menjelaskan kepadanya bahwa pesawat kami dijadwalkan terbang pada pukul 20.20 malam.
Staff hotel itu menyarankan jika kami ingin naik bus, sebaiknya kami berangkat pukul 17.00 sore karena pada jam itu kondisi jalanan sangat macet. Dia menyarankan kepada kami sebaiknya naik taxi saja, karena jalurnya tidak berputar-putar seperti bus dan bisa sampai lebih cepat. Mendengar dua alternatif itu, kami memilih yang pertama yaitu naik bus dengan alasan untuk berhemat. Ketika itu waktu menunjukan pukul 16.00 sore. Sesuai petunjuk dari staff hotel yang menyarankan agar kami berangkat pukul 17.00 jika ingin naik bus, maka saya langsung segera mandi dan setelah itu berkemas-kemas.
Setelah semuanya beres dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal, kami berpamitan dengan semua staff hotel yang bertugas sore itu. Sekali lagi kami sangat dibantu oleh kebaikan mereka dan saya sangat berterima kasih atas kebaikan mereka. Jika suatu hari saya kembali ke Ho Chi MInh, saya akan memastikan untuk menginap di Saigon Backpacker's Hotel dan bukan di tempat yang lain. Tempat ini akan selalu berkesan di hati saya. Very recommended hotel!
Sesuai yang disarankan, kami meninggalkan hotel tepat pukul 17.00 dan menuju ke terminal bus di dekat Ben Tanh Market. Kami menunggu bus nomor 152. Terminal sangat ramai pada saat itu, mungkin karena jam pulang kantor. Tanpa banyak bertanya kami menunggu bus itu di terminal. Tak lama kemudian bus itu datang dan kami segera naik. Ketika kami ingin membayar ongkos, supir bus itu bertanya " Where are you going? " To the airport." jawab kami. Dengan gestur tubuh seperti ingin mengusir, supir itu menyuruh kami turun. " If you want to go to airport, go over there! " ujar supir itu sambil menunjuk ke arah dimana seharusnya kami menunggu.
Kami turun dari bus kemudian berjalan ke tempat yang diarahkan oleh supir bus tadi. Dan bus 152 yang kami tunggu akhirnya datang tak lama kemudian. Kami akhirnya berangkat menuju bandara dan meninggalkan kota Ho Chi Minh. Sungguh beruntung supir itu menanyakan kepada kami terlebih dahulu kemana kami ingin pergi. Jika tidak, waktu kami pasti akan terbuang cukup banyak dan mungkin akibatnya kami bisa terlambat sampai di bandara. Lagi-lagi kami ditolong oleh kebaikan orang-orang disana.
Benar apa yang dibilang oleh staff hotel, jalanan pada sore itu sangat padat dan terjadi kemacetan. Bus yang kami tumpangi jalan merayap dan harus mengalah dengan banyaknya sepeda motor yang menguasai jalanan di sana. Saya cukup khawatir dengan kondisi itu kami tidak akan sampai di bandara tepat waktu. Namun kemacetan tidak separah yang saya khawatirkan. Sekitar pukul 18.15 kami tiba di bandara Tan Son Nhat. Itulah saat-saat terakhir kami di Ho Chi MInh sekaligus menutup petualangan kami di Vietnam selama empat hari.
Ho Chi MInh City, Vietnam |
Walapun kami sudah berada di bandara, tapi secara teknis kami masih berada di Ho Chi Minh dan kisah kami disana belum berakhir. Sesampainya di bandara, kami segera masuk dan mencari counter check in. Karena kami tidak melakukan web check in, akibatnya kami harus mengantri dan menunggu lama. Lamanya proses check in juga disebabkan oleh pihak maskapai penerbangan yang hanya membuka tiga counter, dua untuk umum dan satu untuk web check in. Selain itu sepertinya ada sebuah rombongan besar yang terdiri dari banyak orang dan sepertinya cukup merepotkan staff maskapai penerbangan yang bertugas.
Kami harus berdiri di antrian selama satu jam lebih sebelum akhirnya kami check in dan mendapatkan boarding pass. Segera setelah mendapatkan boarding pass, kami menuju imigrasi untk pengecekan paspor dan dokumen lainnya. Dengan tertib kami mengantri dan menunggu giliran. Tak lama kemudian tiba giliran pacar saya dipanggil. Pada saat itulah drama yang cukup menegangkan dimulai. Awalnya semua terlihat lancar, pengecekan paspor dilakukan seperti biasa. Namun tiba-tiba petugas imigrasi yang mengecek paspor pacar saya terlihat kebingungan dan mulai clingak - clinguk mencari rekan kerjanya. Ia lalu bertanya kepada rekan kerjanya yang berada di meja sebelah, sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
Sepertinya ada masalah pada paspor pacar saya. Karena sudah mulai lama akhirnya petugas itu menyuruh pacar saya agar menunggu didekat biliknya, dan memanggil saya yang berada di antrian paling depan untuk maju. Pengecekan paspor saya berlangsung cepat, lancar dan tak ada hambatan yang berarti. Setelah itu seorang petugas imigrasi lainnya terlihat berjalan menghampiri bilik petugas itu. Sepertinya dia adalah atasan atau seniornya. Mereka lalu berdiskusi dan akhirnya si petugas senior itu menyuruh pacar saya untuk mengikutinya berjalan ke kantornya.
Pacar saya akhirnya masuk ke ruangannya yang tertutup dan tidak terlihat dari posisi saya. Setelah hampir 15 menit berlalu, pacar saya belum keluar dari ruangan itu. Perasaan saya mulai tak karuan. Saya sangat cemas dan khawatir. Tak lama kemudian, pacar saya keluar dari ruangan itu dengan wajah muram dan bilang kepada saya bahwa proses pengecekan belum selesai. Menurut pacar saya ia dipanggil karena data kedatangannya tidak tercatat di sistem. Padahal pada waktu kedatangan paspor sudah di cap dan dia diizinkan masuk Vietnam dan seharusnya sudah pasti tercatat di sistem.
Kemudian pacar saya kembali dipanggil masuk. Kecemasan saya bertambah dan mulai berpikiran macam-macam. Saya mulai gelisah, sangat khawatir bakal terjadi sesuatu dengan dia. Perasaan saya makin tidak karuan setelah melihat jam yang sudah menunjukan pukul 19.50 dimana kami diharuskan boarding pada pukul 20.00. Mulai timbul suara-suara kecemasan dalam kepala saya " Waduh, gimana ini nasib pacar saya jika harus ditahan disana? kok bisa-bisanya datanya tidak ada di sistem? apa yang harus saya lakukan? apa mungkin saya pulang dan dia tidak? Jangan-jangan dia dijebak seperti acara banged up ubroad, jangan jangan...jangan jangan...arrggh this is can't be happening.."
Suara-suara seperti itu mulai memenuhi kepala saya dan cukup membuat stress. Akibatnya badan saya agak lemas, sangat tidak bergairah dan bersemangat. Saya mulai panik dan gelisah ketika waktu sudah menunjukan pukul 19.59. Itu berarti waktu boarding sudah semakin dekat tapi pacar saya belum juga keluar. Saya tidak percaya hal itu bisa terjadi. Terlintas di benak saya liburan yang menyenangkan ini harus berakhir dengan antiklimaks.
" Oh God please don't let something bad happen. " Begitulah kira-kira doa saya malam itu, karena tidak ada yang bisa saya lakukan selain berdoa dan menunggu. Tak lama kemudian pacar saya dan petugas imigrasi itu keluar ruangan dan berjalan menuju bilik pemeriksaan untuk kembali melakukan pengecekan. Kedua petugas itu lalu berdiskusi cukup panjang dan sepertinya masalahnya belum dapat dipecahkan. Mereka kemudian mengecek ulang dan setelah cukup lama membuat jantung saya berdebar, otak berputar, dan badan lemas akhirnya petugas itu mengecap paspor pacar saya dan memperbolehkannya lewat. Thank God!
Akhirnya drama yang cukup menegangkan itu berakhir. Hal yang ingin saya lakukan setelah itu hanyalah segera boarding dan duduk manis di pesawat. Namun pacar saya punya pikiran lain dan ia masih sempat mampir ke sebuah kantin makanan untuk makan sekaligus menghabiskan sisa Vietnam Dong yang kami miliki. Saat itu saya tidak punya nafsu makan sedikit pun. Saya pun heran melihat dia dengan tenangnya masih bisa makan, dan cukup santai setelah apa yang terjadi sebelumnya dan waktu keberangkatan sudah semakin dekat.
Saya hanya bisa terdiam dan tak mampu berkata-kata melihat pacar saya makan. Saya kembali gelisah dan mulai sedikit tidak sabar. Akan sangat konyol dan tolol jika kami ketinggalan pesawat hanya gara-gara mampir sebentar untuk makan setelah apa yang kami lalui. Untungnya hal itu tidak terjadi, setelah menghabiskan makanan dengan cepat, kami segera bergegas ke pintu boarding dan kami tiba tepat waktu. Pintu boarding baru dibuka dan kami langsung merapat kesana dan segera masuk. Perasaan saya lega luar biasa karena setelah apa yang kami lalui akhirnya kami bisa masuk ke pesawat tepat waktu. Kami akhirnya terbang meninggalkan Ho Chi Minh menuju kembali ke Jakarta. Setelah kurang lebih tiga jam perjalanan akhirnya kami mendarat di Jakarta dengan selamat. Thank God!
Itulah akhir dari petualangan kami pada hari yang keempat sekaligus menjadi penutup rangkaian petualangan kami selama empat hari di Vietnam.
Ho Chi Minh cukup bersahabat dengan kami. Di Kota itu kami banyak ditolong oleh kemurahan dan kebaikan orang-orang disana terutama para staff Saigon Backpacker's hotel dan supir bus serta orang-orang di jalanan yang sering kami tanyai. Menurut saya kota ini cukup menarik walaupun tidak terlalu istimewa. Tidak ada tempat-tempat istimewa yang berkesan bagi saya. Yang paling berkesan buat saya adalah hiruk pikuk lalu-lintas dan banyaknya sepeda motor yang menguasai jalanan disana. Hal yang paling saya nikmati disana adalah saat-saat kami nyasar dan berkomunikasi dengan orang-orang disana yang jarang bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Ho Chi Minh! Nice to know you! It was fun to get lost inside you! :)
Outro
Banyak pengalaman baru yang saya dapatkan selama empat hari di Vietnam. Negara itu cukup seru untuk dikunjungi. Hal yang cukup berkesan buat saya adalah semerawutnya lalu lintas yang dikuasai oleh sepeda motor (terutama di Ho Chi Minh), kabel listrik yang seperti benang kusut, lezatnya Pho, cantiknya Hanoi, dan misteriusnya Ha Long Bay. Saya juga tidak akan pernah lupa dengan kebaikan dari semua staff di Saigon Backpacker's Hotel di Ho Chi Minh. Saya juga akan selalu ingat dengan jahatnya supir taxi di Hanoi yang mengerjai kami.
Dari semua tempat yang saya kunjungi disana, Hanoi adalah kota favorit saya dan Hoan Kiem Lake menjadi tempat kesukaan saya. Ha Long Bay cukup indah namun tidak seindah seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Airnya kotor dan tidak sejernih yang saya pikirkan. Ho Chi Minh cukup unik namun menurut saya tidak ada yang istimewa disana.
Selalu menyenangkan bisa mengunjungi negara lain yang punya banyak perbedaan dengan negara kita. Selalu menyenangkan bisa melihat tempat-tempat baru yang belum pernah dilihat sebelumnya. Selalu mengasyikan bisa berbicara dengan orang asing yang bahasanya tidak kita mengerti. Dan akan selalu menyenangkan tersesat di negeri orang tanpa peta, tanpa petunjuk arah dan hanya mengikuti kemana angin berhembus :)
It was great Holiday! Thank God! :)
Pengalaman baru ini akan menambah kecanduan saya akan jalan-jalan. Pengalaman baru ini akan membuat saya semakin haus akan tempat-tempat baru yang ingin dikunjungi. Mudah-mudahan suatu hari nanti saya bisa pergi ke banyak tempat yang indah dan membagikan cerita saya disana :)
It's always fun to go for a while to a strange and distant land where people speak language that we don't understand. It's always fun to get lost in the city without a map and directions and just going where the wind blows.
Salam,
Rifel
Pecandu Jalan-Jalan
Nice info..bisa minta alamat saigon backpacker hotelnya?thnx u..
ReplyDeleteThe weather would be quite pleasant in Vietnam.
ReplyDeletemeet and greet luton airport
Vietnam has quite adorable places to visit for a trip.
ReplyDeleteLuton parking meet and greet
kaka dari ho chi minh ke hanoi naik pesawat apa ?
ReplyDelete