Aku terbang dari Jakarta ke Makassar hingga akhirnya sampai di Ambon.
Ku tempuh Tulehu, Masohi hingga Saleman, hanya untuk menggapaimu.
Butuh sehari penuh untuk berjumpa denganmu.
Pukul lima sore, aku bertatap muka denganmu.
Sial. Aku kurang beruntung. Cuaca mengganggumu.
Airmu keruh, tak sejernih yang kuidamkan.
Sama seperti pikiranku, sedang penuh keluh.
Padahal, aku berharap, keindahanmu dapat meredakan badai di hatiku.
Namun, apa yang bisa kuperbuat jika semesta sudah bernubuat?
Ah, sudahlah...nikmati saja, aku memutuskan.
Aku masuk ke salah satu pondokmu.
Duduk di teras, memandang panoramamu.
Tak jemu mataku memandangmu, meski kecantikanmu sedang terganggu.
Lautmu berombak. Bukitmu samar-samar tertutup kabut.
Awanmu kelabu, membunuh jingga cahaya senja.
Meski demikian, suasanamu tenang. Damai.
Sepi. Sunyi. Hening.
Tak ada suara nada dering. Tak ada suara bising.
Yang terdengar hanya merdunya deru ombak, sayup-sayup suara angin, dan sesekali nyanyian burung di angkasa.
Kedamaianmu seketika menyihir hatiku menjadi tenteram. Sekejap menyulap pikiranku menjadi tenang.
Sungguh nyaman di sini. Batinku sejuk
Sambil menikmatimu, aku melihat masa depanku
Entah kenapa, aku merasa sama sepertimu
Keruh, berkabut dan penuh awan kelabu.
Saat ini aku seperti itu. Masa depanku abu-abu. Penuh ragu
Namun dalam hatiku aku tahu. Semua ini akan berlalu. Tak akan selamanya begitu
Esok akan ada hari yang baru. Anugerah semesta pun baru. Akan menantiku, kejutan-kejutan baru.
Semoga esok, langitmu biru cerah, menghapus kelabu.
Semoga esok airmu biru jernih, melenyapkan keruh.
Semoga esok, kau akan bersinar. Bercahaya menunjukan wajah aslimu.
Aku pun yakin, hari esokku, masa depanku akan seperti itu.
Terang. Bersinar. Bercahaya. Penuh dengan warna cerah yang menyenangkan.
Sampai bertemu besok di hari yang baru, Pantai Ora.
Pantai Ora, Pada Sebuah Sore Yang Mendung |
No comments:
Post a Comment